Menurut Kepala Pusat Penelitian Pengembangan Sumber Daya Regional (P2SDR) LIPI Dundin Zaenudin, hal tersebut dikarenakan rendahnya alokasi dana APBN untuk riset. Dia pun menanti janji Presiden Joko Widodo yang akan memajukan dunia IPTEK di masa mendatang.
"Anggaran nasional kita masih 0,08 persen, kalau perbandingan di negara lain seperti Singapura, Jepang dan Korea Selatan itu sudah di atas 1 persen. (Alokasi untuk) Penelitian masih sangat rendah," tutur Dundin kepada wartawan di Gedung LIPI, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (16/12/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, Dundin menyadari masih banyak pekerjaan rumah (PR) pemerintah ke depannya seperti memutus rantai kemiskinan, masalah ketahanan pangan dan lain sebagainya. Namun dia juga mengatakan, jika negara mau maju seperti para tetangganya maka alokasi dana untuk lembaga-lembaga riset harus ditingkatkan.
"Kita tahu masih banyak hal-hal yang sifatnya nyata dibutuhkan masyarakat, seperti masalah kemiskinan, pangan dan lainnya yang berhubungan dengan kesejahteraan. Ini tantangan pemerintah agar bisa alokasikan kebutuhan riset jadi keharusan untuk maju," tutur Dundin.
Terkait penghematan anggaran yang dilakukan oleh Menteri Keuangan era SBY, dana riset untuk LIPI dipotong hingga 50 persen. Hal itu sangat disayangkan karena pertama kalinya pemotongan mencapai setengah dari anggaran.
"Waktu itu keseluruhan dana untuk seluruh (lini) LIPI 50 persen harus dipotong. Tahun 2013 juga pernah pemotongan tapi nggak sampai sebesar itu. Itu pertama dalam sejarah mencapai 50 persen. Tentu saja memberatkan kita semua," pungkasnya.
(aws/nwk)