Seorang pemuda yang dieksekusi mati karena kasus pembunuhan dan perkosaan pada 1996 lalu dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan Kota Hohhot, Wilayah Otonomi Mongolia Dalam di China bagian utara pada Senin (15/12).
Pemuda bernama Hugjiltu alias Qoysiletu itu didakwa bersalah membunuh dan memerkosa seorang perempuan di toilet sebuah pabrik tekstil pada 1996. Dia dieksekusi mati 61 hari setelah kematian sang perempuan. Kala itu, Hugjiltu berusia 18 tahun.
Namun, kasus tersebut tidak selesai begitu saja. Selama satu dekade terakhir keluarga Hugjiltu berupaya membuktikan bahwa pemuda itu tidak bersalah, terutama setelah seorang pria mengaku sebagai pembunuh sebenarnya pada 2005.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasilnya, pengakuan Hugjiltu tidak klop dengan laporan autopsi. Bukti-bukti lainnya pun tidak bisa mengaitkan Hugjiltu secara langsung, semisal bukti DNA yang diajukan ke pengadilan.
“Pengadilan Tinggi Mongolia menemukan bahwa vonis yang telah dijatuhkan terhadap Hugjiltu...tidak sesuai dengan fakta-fakta dan bukti-bukti yang tersedia tidak cukup. Hugjiltu tidak bersalah,” sebut pernyataan resmi pengadilan Kota Hohhot sebagaimana dikutip kantor berita China, Xinhua.
Kompensasi
Sebagai konsekuensinya, wakil ketua pengadilan memberikan kompensasi kepada orang tua Hugjiltu sebesar 30.000 yuan atau setara dengan Rp372,4 juta.Uang itu, menurut wakil ketua pengadilan, ialah sumbangan pribadi ketua pengadilan dan bukan pembayaran resmi dari pengadilan.
Kejadian yang menimpa Hugjiltu bukan sekali ini saja terjadi.
Berdasarkan data yang dikumpulkan kantor berita AFP, seorang pria yang menjalani hukuman penjara selama 17 tahun karena dituduh membunuh istrinya dinyatakan tidak bersalah di Provinsi Anhui, tahun lalu.
Beberapa bulan sebelumnya, dua pria yang masing-masing divonis hukuman mati dan penjara seumur hidup pada 2004 karena dituduh memerkosa remaja berusia 17 tahun juga dibebaskan.
(bbc/nwk)