"Saya kenal dengan Dwijaya sebagai partner kerja perusahaan dalam bidang ekspedisi limbah pabrik tabung gas," kata Tri sebagaimana tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Kamis (11/12/2014).
Ia dan teman-temannya sering kumpul karaoke dan kerap menggunakan narkotika yang dipesan Dwijaya. Tri juga mengakui kenal dengan Jeje, koki yang meracik sabu di apartemen. Tapi Tri mengelak dikaitkan terlibat bisnis pabrik narkotika. Ia mengaku tidak tahu menahu jika unit apartemen itu disulap menjadi pabrik sabu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyidik juga menyodorkan bukti-bukti transfer dari Tri ke Dwijaya, tetapi lagi-lagi Tri mengelak mengakui uang itu untuk kebutuhan pabrik itu. Dia berdalih, uang itu digunakan untuk membayar biaya karaoke, beli sabu, makan dan lainnya.
"Saat pindah, keadaan di apartemen masih dalam keadaan kosong dan masih berdebu," ujar Tri lagi-lagi tidak mengakui keterlibatannya.
Atas perbuatan itu, Tri dan Dwijaya diadili secara terpisah. Jaksa menuntut Tri dengan pasal berlapis yaitu pasal 114 ayat 2 UU Narkotika, pasal 112 ayat 2 UU Narkotika, Pasal 113 ayat 1 UU Narkotika, Pasal 129 ayat a UU Narkotika dan Pasal 131 UU Narkotika. Ancaman pasal berlapis itu adalah hukuman mati.
Pada 4 Juni 2014, jaksa menuntut Tri selama 17 tahun penjara. Lantas berapa hukuman yang dijatuhkan majelis hakim PN Jakbar?
"Menjatuhkan hukuman pidana selama 14 tahun penjara," putus majelis PN Jakbar yang diketuai Krisnugroho Sri Prathomo dengan anggota Longser Sormin dan Dwi Winarko.
(asp/nrl)