"Yang 64 napi narkoba itu harus kita telaah satu persatu, mana di antara mereka yang sudah selesai aspek yuridisnya. Sekarang tinggal tunggu SK-nya dari presiden. SK yang menyatakan menerima atau menolak grasi," ujar Kapuspenkum Kejagung, Tony T Spontana saat berbincang, Selasa (9/12/2014) malam.
Tony menjelaskan, aspek yuridis yang dimaksud adalah proses hukum yang dilalui narapidana bersangkutan yaitu dari pengadilan tingkat satu, upaya banding, kasasi, upaya hukum luar biasa PK hingga grasi. Setelah aspek yuridis selesai, lanjut Tony, ada aspek sosiologis yang harus dilalui narapidana. Aspek sosiologis tersebut meliputi kondisi lingkungan napi, kondisi fisik, kondisi psikologis hingga kesehatan narapidana yang bersangkutan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kejagung menurut Tony, sangat menyambut positif sikap tegas Presiden Jokowi yang menolak grasi para gembong narkoba. Sikap itu sesuai dengan visi Indonesia untuk bebas dari narkoba tahun 2015.
"Sinyal statement Jokowi benar-benar kita apresiasi. Kita berikan apresiasi terhadap komitmen Jokowi untuk menolak permohonan ampun dari gembong bandar-bandar narkoba. Itu kan bagus. Kampanye keinginan kuat kita semua untuk berantas peredaran narkoba di Indonesia, termasuk sukseskan kampanye Indonesia bebas narkoba 2015 bisa kita dukung," pungkasnya.
(rmd/bar)