Selama 11 tahun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdiri, ratusan kasus telah ditangani. Ribuan barang bukti juga disita. Tak sedikit dari barang bukti itu yang menguak kisah lain, terutama masalah pribadi. Mulai dari perselingkuhan, narkoba hingga poligami.
Sebagai contoh saat KPK mengungkap kasus Akil Mochtar, salah satu barang bukti yang ditemukan adalah ganja dan beberapa narkoba jenis tablet. Tentu ganja dan narkoba itu tak berkaitan langsung dengan kasus suap sengketa Pilkada yang dilakukan Akil. Namun, barang terlarang itu berkaitan erat dengan Akil hingga akhirnya BNN menetapkan eks Ketua MK itu sebagai tersangka pemilik Narkoba.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tengah pusaran kasus tersebut, Efilian sang wanita yang tertangkap bersama Al Amin menjadi perbincangan hangat. Sempat beredar kabar dia adalah PSK yang jadi bagian gratifikasi terhadap Al Amin. Namun dia menyangkal. Orang dekat Al Amin menyebut dia adalah kekasih teman sang mantan anggota DPR. Nama lain juga muncul seperti Silvia. Namun tak jelas siapa dia.
Dalam proses persidangan jaksa dari KPK pernah memutarkan rekaman pembicaraan antara Al Amin dan Azirwan. Sialnya bagi Al Amin, dalam percakapan itu terdengar jelas bahwa Al Amin menunjuk seorang wanita berbaju putih untuk menemaninya di sebuah hotel. Saat itulah, Al Amin ditangkap oleh penyidik KPK.
Lalu, seorang saksi dari petugas KPK menyebut, Al Amin diapit dua wanita saat berada di kafe. Penyidik ini duduk 3-4 meter dari posisi Al Amin.
Yang menarik, dalam putusan Pengadilan Tinggi, hakim menyertakan urusan perempuan ini dalam pertimbangannya. Al Amin pun divonis 10 tahun penjara, dari sebelumnya 8 tahun.
"Selain karena dia anggota DPR, ada melibatkan cewek juga di hotel," kata juru bicara Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Madya Rahardja.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, sanksi sosial itu tergantung kearifan lokal di masyarakat. KPK tidak akan mungkin mengumbarnya. Menurutnya, aib yang terkuak adalah proses yang terjadi di ruang publik.
"Sebenarnya itu tidak didesain untuk hukuman sosial, tapi media mencoba dengan social engineering. Dan hal seperti itu harus ada, mekanisme seperti itu yang dibangun media dan masyarakat sendiriโ supaya efek jeranya ada. Kalau lembaga hukum, KPK, tidak akan berbuat seperti itu. Karena sanksi sosial berkembang sesuai dengan mekanisme kearifan lokal," kata Bambang kepada detikcom di Yogyakarta, Selasa (9/12).
"Masyarakat kian cerdas dan mulai membangun virus anti korupsi termasuk memberikan sanksi sosial. Semoga itu akan dilihat dan menjadi bagian dari program pemberantasn korupsi," tambah Bambang.
(mad/mad)