Dua kubu Partai Golkar pasca menggelar Munas di Bali dan Jakarta, sama-sama mendaftarkan kepengurusan di Kementerian Hukum dan HAM pada Senin (8/12/2014) kemarin. Keduanya mengklaim sebagai pengurus yang sah dengan landasan aturan yang sama-sama diklaim paling benar. Lalu bagaimana Kemenkum HAM menentukan?
"Pertama, kami memeriksa kelengkapan dokumen, kemudian masing-masing harus lengkapi persyaratan yang diperlukan seperti akta notaris, daftar kehadiran para anggota ketika rapat forum tertinggi pengambilan keputusan atau di Golkar Munas," kata Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Harkristuti Harkrisnowo kepada detikcom, Selasa (9/12/2014)
Menurutnya, sesuai ketentuan, perselihan internal terjadi apabila pengambilan keputusan atau Munas itu ada penolakan dua pertiga dari peserta. Jika dua pertiga peserta menerima maka selesai. "Pertanyaan yang sudah penuhi dari pihak mana? Jadi musti kami lihat dan pelajari dulu AD/ART-nya," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi nampaknya karena sudah didaftarkan (kubu Agung) hari Jumat ke pengadilan, jadi apa yang kami lakukan harus menunggu putusan itu," ujar guru besar hukum pidana UI itu.
"Dalam Undang-Undang pemerintah tidak dapat mengesahkan perubahan kepengurusan partai politik apabila konflik internal masih ada. Jadi kami tunggu putusan pengadilan," imbuhnya.
Sebagaimana diketahui, kubu Aburizal Bakrie mendaftarkan kepengurusan partai hasil Munas Bali kepada Kemenkum HAM sekitar pukul 09.00 WIB pada Senin (8/12) kemarin. Pada hari yang sama giliran kubu Agung Laksono yang mendaftarkan kepengurusan hasil Munas Jakarta sekitar pukul 15.00 WIB.
(iqb/rvk)