Keluguan Nenek Wati yang Suaminya Dibui 2 Tahun karena Tebang Kayu Bakar

Keluguan Nenek Wati yang Suaminya Dibui 2 Tahun karena Tebang Kayu Bakar

- detikNews
Jumat, 05 Des 2014 09:09 WIB
Jakarta -

Busrin (58), kuli pasir miskin mendekam di penjara selama 2 tahun ke depan dan didenda Rp 2 miliar karena vonis Pengadilan Negeri (PN) Probolinggo. Sosok yang paling terasa kehilangan Busrin adalah istrinya, Susilowati (60).

Dalam catatan detikcom, Jumat (5/12/2014), keluguan Susilowati tampak saat ia mencari keadilan di Ibu Kota. Sudah dua hari perempuan yang biasa dipanggil Wati beserta keluarga berada di Jakarta untuk meminta bantuan hukum buat suaminya. Mulai anggota fraksi PKB hingga pimpinan Komisi III DPR ditemuinya.

Namun, ada yang menjadi perhatian kepada perempuan dua cucu itu. Selama menemui anggota dewan, keluguan Wati tidak bisa disembunyikan. Sekali-kali dia bicara kalau diajak ngobrol. Tapi, itu pun yang mengajak bicara harus menggunakan bahasa Jawa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ibu harus didampingin. Soalnya takut enggak ada yang ngerti. Dia sering pakai bahasa Jerman Timur," canda menantu Wati, Tohir (35), di komplek parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/12/) kemarin.

Dengan penampilan yang lugu, Wati sebenarnya juga tidak bisa bahasa Indonesia. Dia hanya bisa bahasa Jawa. Hal ini terlihat saat menemui anggota fraksi PKB, Abdul Malik Haramain. Untuk memulai pembicaraan, Malik lebih banyak bertanya dengan bahasa Jawa. Wati pun langsung tanggap membalasnya.

"Anak kulo boten saget sekolah. Mergo kentean duit (Anak saya tidak bisa sekolah. Karena kehabisan duit)," ujar Wati di ruang fraksi PKB, Rabu (3/12) lalu.

Dengan polos serta mimik wajah sedih, dia tidak sungkan untuk meminta bantuan kepada Malik Haramain.

"Bojoku neng penjara. Setitik sing ngrewangi. Aku tresno karo bujuku, mesakne, piye nasibe. Kulo harep panjenengan bantu. (Suamiku di penjara. Hanya sedikit yang bantu, Aku cinta suami saya. Kasihan, bagaimana nasibnya dia sekarang. Saya harap anda bantu)," katanya dengan mata berkaca-kaca.

Untuk datang ke Jakarta, Wati pun harus menunggu bantuan sumbangan dana dari kerabatnya. Dia mengaku duitnya sudah habis. Sampai buat keperluan sekolah anaknya yang bontot, Wati kesulitan biaya.

Datang ke Jakarta pun, dia hanya membawa murni bekal salinan empat baju kebaya dan satu sandal jepit. Dia berharap ada kabar positif yang bisa 'menemaninya' pulang ke Probolinggo.

"Ene sing ngrewangi kulo senang (ada yang bantu saja, saya senang)," katanya usai menemui pimpinan Komisi III DPR.

Busrin dipenjara karena menebang pohon mangrove untuk kayu bakar supaya dapurnya tetap ngebul. Namun aparat dan pengadilan tutup mata, Busrin tetap dipenjara dengan pasal pengrusakan hutan mangrove.

Pasal 35 huruf e, f dan g UU Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Terkecil berbunyi:

Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang menggunakan cara dan metode yang merusak ekosistem mangrove yang tidak sesuai dengan karakteristik Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; menebang, melakukan konversi ekosistem mangrove di kawasan atau zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; menebang mangrove di kawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, dan/atau kegiatan lain.

Penerapan UU secara kaku kepada Busrin dikritik banyak pihak.

"Dampak ketidakpastian hukum ini sebenarnya bisa diminimalisir jika para hakim mampu memaknai teks UU tidak semata-mata dalam kepentingan negara, tetapi juga fakta nyata bahwa banyak UU yang dibentuk dengan rumusan yang tidak jelas dan menyulitkan rakyat untuk memahaminya," ujar ahli hukum tata negara Dr Bayu Dwi Anggono.

(hat/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads