Kisah ini diceritakan oleh Budi Prayudi, pengawas sekaligus penanggung jawab pabrik Gutta Percha Cipetir di lokasi kepada detikcom, Kamis (4/12/2014). Pabrik itu pun menjadi saksi bisu perjuangan pahlawan mengusir penjajah.
"Pasca kemerdekaan, para pengelola termasuk manajemen pengolahan Gutta yang didominasi warga Belanda masih bertahan tinggal di sini, seperti permukiman warga Belanda karena keluarga mereka juga ada yang tinggal di sini. Pejuang beberapa kali memperingatkan mereka untuk keluar karena saat itu lokasi ini juga dicurigai sebagai tempat persembunyian tentara Belanda. Akhirnya pejuang terpaksa membakar pabrik ini untuk mengusir mereka," ungkap Budi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, Pabrik Gutta sendiri dulunya berangka kayu dan beratap seng. Pabrik itu pertama kali dibangun pada 1885 dan diresmikan tahun 1921. Setelah pembakaran, pabrik sempat direnovasi pada tahun 1986 setelah sebelumnya mengalami beberapa kali perbaikan.
"Sekarang bahan kimia pencampur daun Gutta disimpan di dalam corong besar berbahan aluminium, begitu pun rangka bangunan sudah diganti dengan besi baja. Ada sejumlah bangunan yang dihilangkan seperti gedung besar di depan dan bungalow tempat tinggal manajer pabrik," lanjut Budi.
(mad/mad)