Sedangkan yang ragu, umumnya risau justru hal ini akan mengurangi kesempatan bagi para perempuan untuk memasuki dunia kerja. Perusahaan akan memilih kaum pria untuk di tempat kerja.
"Saya juga ibu pekerja, bila terjadi pulang awal, akan banyak perusahaan swasta merekrut laki-laki. Tentu ekonomisnya lebih menguntungkan mempekerjakan laki-laki dibanding perempuan," jelas Susi Rahayu dalam surat elektroniknya ke redaksi@detik.com, Kamis (4/12/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Buat ibu pekerja pandai-pandailah mengatur waktu dan assisten rumah tangga," jelas dia.
Sedang pendapat lainnya diungkapkan Netty yang juga perempuan bekerja. Dia tak setuju wacana yang disampaikan Wapres JK itu.
"turan pengurangan jam kerja hanya diberlakukan untuk PNS yang notabene mereka tidak ada sistem target dan minim sangsi jika ada kesalahan dalam bekerja. Hal ini akan membuat kecemburuan antara pegawai swasta dan negeri akan semakin jauh," jelas Netty.
Untuk ibu menyusui, Netty memberi saran agar cuti melahirkan diperpanjang, karena peraturan ini dapat diterapkan di lembaga pemerintahan maupun swasta. Saat ini cuti melahirkan diberikan 1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan sesudah melahirkan.
"Bisa dibayangkan betapa lemahnya bayi usia 1,5 bulan harus ditinggalkan ibunya bekerja. hal ini kontradiktif dengan program pemerintah yang menggalakann gerakan ASI ekslusif selama 6 bulan. Alangkah baiknya jika pemerintah memberlakukan cuti melahirkan selama 6 bulan, dengan harapan generasi mendatang adalah generasi yang lahir dari kasih sayang ibu, bukan kasih sayang sapi karena ASI harus diganti dengan susu formula. Hak seorang wanita PNS dan swasta adalah sama. Jangan dibeda-bedakan. Begitupula hak bayi yang baru lahir dari ibu yang bekerja sebagai PNS maupun swasta adalah sama," tutur Netty panjang lebar.
(ndr/mad)