Ketua BPK Harry Azhar Aziz mendatangi Istana Presiden untuk bertemu Presiden Joko Widodo. BPK melaporkan hasil audit Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) I tahun 2014 kepada Presiden.
Dari hasil audit kementerian dan lembaga tersebut, BPK menemukan Rp 30,8 triliun potensi kerugian negara. Sebanyak Rp 25 triliun di antaranya berpotensi diproses hukum.
"Kalau administratif yang kita laporkan Rp 30,8 triliun. Yang Rp 25 triliun ada kemungkinan bisa dikembalikan ada yang tidak bisa dikembalikan," kata Harry di Istana Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (3/12/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara sisanya, yaitu sekitar Rp 5 triliun adalah ketidakefektifan lembaga dalam mengelola anggaran. Mengenai hal ini, Harry mengatakan, Presiden Jokowi telah menginstruksikan kepada Menko Perekonomian Sofjan Djalil untuk mengelola perbaikan terkait ketidakefektifan tersebut.
"Yang bisa diselesaikan secara administratif, tadi Presiden meminta kepada Menko Perekonomian untuk mengelola itu," tuturnya.
Dalam pertemuan tertutup tersebut, Presiden Jokowi juga meminta agar rekomendasi dari BPK segera ditindaklanjuti. Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut menegaskan agar setiap rekomendasi tidak hanya dijadikan pekerjaan rumah yang tak kunjung selesai.
"Jadi beliau meminta begitu ada rekomendasi tahun ini, ya tahun ini selesai," ucap Harry.
BPK juga telah menyampaikan hal ini kepada pihak yang berwenang seperti KPK, Kejaksaan dan Kepolisian.
Pada Selasa (2/12) lalu, BPK telah melaporkan temuan 14.854 kasus penggunaan anggaran yang tidak sesuai aturan kepada DPR. Di antaranya ada 4.900 kasus yang berpotensi menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 25,74 triliun.
BPK juga menemukan ketidakpatuhan lain. Setidaknya ada 2.802 kelemahan administrasi dan 621 kasus senilai Rp 5,13 triliun. Temuan ini merupakan aktivitas dari ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan.
(kff/jor)