Bank BPD NTB dihukum Rp 100 juta karena memalsukan kematian debitur, M Asrul Riyadi. Kematian Asrul digunakan Bank BPD NTB untuk mendapatkan klaim asuransi dari perusahaan asuransi.
Kasus bermula saat Asrul mengajukan kredit kepada BPD untuk merenovasi rumahnya dan dikabulkan sebesar Rp 75 juta. Utang itu sudah dilunasi Asrul pada tahun 2011. Tapi dirinya kaget bukan kepalang sebab pada 2013 rumahnya didatangi pihak Bank BPD dan diminta menandatangani surat kematian. Asrul pun kaget karena ia masih hidup. Merasa ada yang aneh, Asrul mengajukan gugatan ke pengadilan karena merasa nama baiknya tercemar dengan hal itu.
Dalam persidangan, Bank BPD berkelit dengan mengatakan hal itu dilakukan oleh oknum, bukan pihak bank. Selidik punya selidik, surat kematian itu digunakan untuk mendapatkan dana asuransi dari pihak ketiga. Setelah menjalani persidangan yang cukup alot, Pengadilan Negeri (PN) Dompu memutuskan Bank BPD NTB telah melakukan perbuatan melanggar hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Duduk sebagai ketua majelis Juyamto dengan anggota Firdaus dan I Gusti Putu Yastri Yani. Dalam putusan bernomor 7/PDT.G/2014/PN.DOM itu, majelis hakim tidak menjatuhkan hukuman denda materiil karena tidak ada kerugian yang terukur dengan keluarnya surat kematian fiktif itu.
"Menghukum Bank BPD untuk mengembalikan uang klaim asuransi terkait kematian fiktif Asrul ke pihak perusahaan asuransi," putus majelis secara bulat.
(asp/nrl)