Dalam rilisnya, Rabu (3/12/2014), pertama, aparat penegak hukum dalam hal ini polisi dan petugas imigrasi perlu memastikan bahwa mereka adalah nelayan tradisional. Mereka harus dipastikan bukan orang-orang yang sekadar menggunakan kedok nelayan tradisional atau nelayan tradisional yang diorganisasi oleh suatu mafia.
Kepastian ini perlu dilakukan karena bila mereka nelayan tradisional maka pemerintah dapat melepas mereka. Nelayan tradisional dijamin untuk melakukan penangkapan ikan tanpa dibatasi oleh wilayah laut negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, untuk menentukan kewarganegaraan buku paspor tidak dapat dijadikan rujukan. Terpenting adalah menyelidiki dari mana asal mereka dan bahasa apa yang digunakan.
Bila diketahu asal dan bahasa yang digunakan, pemerintah dapat meminta wakil kedutaan besar untuk datang dan memastikan bahwa mereka adalah warga negara mereka.
Bila terkonfirmasi maka pemerintah meminta agar pemerintah negara tersebut membiayai kepulangan mereka. Sementara kapal yang digunakan ditenggelamkan.
Ketiga, agar tidak membebani APBN karena harus memberi makan dan berbagai kebutuhan hidup maka pemerintah segera menentukan status 600 orang ini. Bila nelayan tradisional, mereka harus diperbolehkan melayar kembali.
Sebelumnya, Menko Kemaritiman Indroyono di kantor Menko Perekonomian, Jakarta, Selasa (2/12/2014) mengaku bingung dan sulit memulangkan 600 orang tersebut karena tidak memiliki identitas kewarganegaraan asal.
"Iya, nanti kita cari jalannya. Mereka ini tidak punya warga negara," kata Indroyono.
Untuk sementara, ratusan manusia perahu masih ditampung di Tanjung Batu, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
(nik/try)