"Seolah-olah negara masuk di tengah-tengah konflik itu. Itu layak kita cermati. Parpol adalah satu-satunya yang sesungguhnya kita percaya mereproduksi proses kepemimpinan-kepemimpinan nasional. Makanya parpol itu harusnya diberikan ruang yang sebesar-besarnya untuk menentukan proses konstitusional di dalam parpol itu," ujar Irman.
Hal tersebut diungkap Irman dalam Diskusi Polemik yang digelar Sindo Trijaya FM bertajuk Wajah Politik Kita di Warung Daun, Cikini, Jakpus, Sabtu (29/11/2014). Hadir pula dalam diskusi Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Direktur Eksekutif Pol-Tracking Hanta Yuda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini yang perlu diketahui adalah peran negara, kalau mengetahui ada lubang, lubangnya ditutup. Itu lah tugas negera. Bukan melarang. Itu pasal 28 UUD 1945 memberikan tanggung jawab kepada pemerintah untuk melindungi warga negara," kata Irman.
"Jadi misalnya kasus Golkar di Bali, itu sampai saat ini, tidak ada penetapan status konflik. Kecuali ada status itu ada ditetapkan Gubernur. Maka mungkin tidak ada konflik di sana. Status konflik ditetapkan jika institusi Polri dianggap tidak mampu untuk menyelesaikan konflik itu. Maka Gubernur menetapkan status konflik," imbuhnya.
Jika yang terjadi demikian, menurut Irman maka pemerintah bisa membatasi penyelenggaraan Munas Golkar. Untuk itu Irman mengatakan pemerintah perlu memberikan ruang kepada parpol karena itu tugas negara.
"Biarkanlah partai itu untuk melaksanakan aktivitas kepartaiannya di situ toh aktivitas itu tidak menggangu. Jangan sampai kita mengulang rezim orde baru ketika parpol diintervensi negara kemudian menjadi embrio turunnya rezim ekstra konstitusional," jelas Irman.
Sementara menurut Hanta, konflik di tubuh Golkar sebenarnya masih berkesinambungan antara 2 kubu yakni Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat. Padahal menurut Hanta, Golkar seharusnya lebih memikirkan mengenai elektoral perolahan suaranya di pemilu ke depan, dan mengenai masa depan dari Golkar itu sendiri.
"Kalau lihat 2004, Akbar Tandjung sangat kuat dan yang bisa mengalahkan adalah JK. Mungkin ini bisa berulang. Golkar harusnya bergerak tidak hanya pada kepentingan KMP KIH. Tapi harus memikirkan elektoralnya, gimana Golkar dalam 20 tahun lagi," tutur Hanta dalam diskusi.
Fadli yang juga menjadi pembicara menekankan bahwa pemerintah jangan masuk dalam internal parpol. Ia menyebut seharusnya Menkopolhukam tidak perlu melarang digelarnya Munas di Golkar di Bali dan menyebut tindakan Menkopolhukam sebagai intervensi telanjang.
"Kami harap ke pemerintah jangan intervensi parpol untuk kepentingan jangka pendek. Kalau saya dilihat sebagai pengamat politik, ini melihat Golkar bisa saja Pak Jokowi dan Pak JK netral. Misal pak Jokowi tidak ingin mengintervensi dan saya kira beliau begitu," ucap Fadli.
"Mungkin pak JK punya keinginan untuk menguasai Golkar atau mau jadi Ketum Golkar lagi. Bisa jadi nanti ada 2 matahari dalam kepemimpinan nasional," tutup Wakil Ketua Umum Gerindra itu.
(ear/gah)