Kehadiran pimpinan MPR di kawasan Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat, disambut aksi demonstrasi warga. Mereka meminta kawasan perbatasan lebih diperhatikan.
Para warga membawa berbagai spanduk berisi tuntutan perhatian kehidupan di perbatasan. Salah satu spanduk bertuliskan 'Meminta Perubahan BTA (Board Trade Agreement) dari RM 600 menjadi RM 2000'.
"Kami minta belanja kami di Malaysia ditingkatkan jadi 2.000 ringgit. Karena aturan 600 ringgit itu sejak tahun 1970, saat harga rokok masih Rp 170," ucap salah seorang warga, Nobertus Pamungkas (30) di Entikong, Kalimantan Barat, Kamis (27/11/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka yang dapat berbelanja adalah warga yang memiliki kartu (pass) untuk berbelanja di Malaysia. Tidak ada aturan khusus siapa saja yang dapat memiliki kartu tersebut. Waktu untuk berbelanja di Malaysia juga tidak diberikan batasan khusus.
"Nggak ada aturan waktu. Belanja kita dicatat di buku biru bea cukai," ujarnya.
Selain itu, warga meminta agar hutan milik rakyat adat Dayak tidak dijadikan hutan lindung. Sebab dengan menjadi hutan lindung, akses masyarakat Dayak menjadi semakin terbatas.
"Kami jadi nggak bisa berkebun. Tanah yang tadinya bisa dijadikan rumah, jadi nggak bisa karena sudah jadi hutan lindung," ucapnya.
Warga lain, Kamli mengatakan, warga Entikong meminta agar patal perbatasan Indonesia-Malaysia dijadikan tempat dagang resmi sehingga warga Entikong dan sekitarnya tidak kekurangan bahan pokok. "Karena 90% kebutuhan kami diambil dari Malaysia. Hampir semua barang-barang sehari-hari beli dari sana," ujar Nobertus.
(kff/aan)