Keluarga menyerahkan Hadiyat pada penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar. Eksekusi terhadap Hadiyat pun berlangsung lancar tanpa perlawanan.
"Yang bersangkutan sudah ditahan di Rutan Kebonwaru untuk 20 hari ke depan guna proses penyidikan," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum
(Kasi Penkum) Kejati Jabar, Suparman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lalu dilakukan penunjukan langsung dan yang menjadi penyedia jasa yaitu CV Tribentang dengan nilai kontrak Rp 134.511.000 dari pagu Rp
150 juta. Penunjukan itu ditandatangani tersangka," jelasnya.
CV Tribentang ternyata tidak pernah menandatangani dokumen kontrak dan tidak pernah melakukan pekerjaan DED sebagaimana dalam kontrak.
Setelah DED selesai, di tahun 2009 kemudian dianggarkan kembali dana untuk pembangunan Jembatan Cikao sebesar Rp 2,5 miliar. Kemudian dalam APBD Perubahan ditambah lagi Rp 1,9 miliar sehingga total anggaran untuk pembangunan fisik jembatan sebesar Rp 4,4 miliar.
"Ternyata dalam pelaksanaannya ββada perubahan spesifikasi teknis. Apa yang ada dalam DED berbeda pelaksanaan pengerjaan. Jembatan juga dari rencana jenis komposit menjadi jembatan besi. Selain itu pondasi juga mengalami perubahan," ungkap Suparman.
BPK pun melakukan audit setelah jembatan selesai yang asilnya ternyata ditemukan ββada selisih uang yaitu kurang lebih Rp 1 miliar.
"Rp 1 miliar itulah yang dinyatakan sebagai kerugian negara," tuturnya.
Penyidik akhirnya menetapkan Hadiyat yang saat itu menjabat PPK sebagai tersangka. Untuk proses penyidikan, penyidik menilai perlu menahan Hadiyat.
(tya/ern)