Anggota Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Edhi Sasongko harus tersingkir dari rumah dinasnya. Mantan Kepala Daop I Jakarta itu diusir secara paksa dan tidak manusiawi. Entah benar atau tidak, pengusiran itu kini dimejahijaukan.
Prahara antara PT Kereta Api Indonesia (KAI) berawal ketika PT KAI Daop I memberikan peringatan kepada Edhi untuk mengosongkan rumah dinas yang terletak di Jl Manggarai Utara, Jakarta Selatan pada Maret 2014. Namun Edhi tidak mau bergitu saja meninggalkan rumah dinasnya karena ia tidak gratis untuk menerima rumah dinas itu. Edhi harus merogoh kocek ratusan juta supaya bisa menempati rumah dinas pada tahun 2002 silam. Selain itu, Eddy juga mengeluarkan kocek Rp 800-an juta untuk merenovasi rumah dinas. Atas hal itu, Eddy tidak mau menuruti perintah PT KAI untuk mengosongkan rumah.
"Lagi pula sejak PT KAI berubah menjadi PT, maka tanah itu tidak serta merta berubah menjadi milik PT KAI. Itu tanah milik negara ketika PT KAI masih menjadi Perum KA," ujar kuasa hukum Eddy, Rusdianto Matulatuwa, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jalan Ampera, Selasa (25/11/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diusir secara paksa, Edhi tidak terima. Pria yang sudah mengabdi puluhan tahun di perusahaan kereta ini mengaku banyak mengalami kerugian karena pengusiran secara paksa, salah satunya uang renovasi.
"Tidak hanya itu, beberapa dokumen milik keluarga klien saya juga hilang. Seperti paspor, ijazah. Lalu ada kerusakan furniture yang harganya mahal-mahal," ujar Rusdi.
Selain karena materil, Edhi juga mengaku dirugikan imateril. Dia merasa dizalimi bersama keluarganya. Total gugatan Edy ke PT KAI sebesar Rp 6 miliar.
Atas gugatan itu, kuasa hukum PT KAI, Adi Nurdianto, mengaku siap menjalani proses gugatan. Dia tidak berkomentar terkait nilai gugatan yang mencapai miliaran rupiah.
"Kita lihat saja di pembuktian," ujar Adi.
Perkara dengan nomor 453/pdt.g/2014/PN.JKT.S dengan ketua majelis Ariyono masih berlangsung di PN Jaksel. Sedianya siang nanti, PT KAI akan memberikan tanggapan kepada majelis hakim.
(rvk/asp)