Buruh tani miskin di Probolinggo, Jawa Timur, Busrin (48), menjadi korban politik hukum Indonesia. Busrin menjadi korban kejahatan negara yang salah dalam membuat UU, khususnya UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
"Saya mempunyai 3 catatan di kasus ini. Pertama, Busrin adalah contoh kesalahan kita dalam membuat UU yang selalu dibuat secara sektoral," kata ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Dr Mudzakir, kepada detikcom, Selasa (24/11/2014).
Saat ini, menurut Mudzakir, pencurian sedikitnya diatur dalam 5 UU yang tidak sinkron satu sama lain yaitu diatur di KUHP, UU Kehutanan, UU Kereta Api, UU Perikanan dan UU Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Norma satu dengan norma lainnya saling bertabrakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Busrin yang buta huruf, buta hukum dan hanya kuli pasir itu menjadi korban UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Dalam UU itu, pembuat UU membuat aturan 'pencuri' pohon di pesisir dengan hukuman minimal 2 tahun penjara dan denda minimal Rp 2 miliar. Sang pembuat UU tidak memikirkan bagaimana ketika UU itu diaplikasikan di lapangan.
"Kedua, kasus Busrin juga menunjukkan oleh pembuat UU dipersepsikan bahwa pencurian objek kayu di pesisir sebuah kejahatan berat. Tapi pada praktiknya tidak berat. Persepsi UU kejahatan luar biasa. Tapi yang muncul di sini berbeda," cetus Mudzakir.
Catatan ketiga, hukuman minimum ternyata tidak memberikan rasa keadilan sepenuhnya. Dalam pelaksanaannya, hukuman minimal banyak mengalami kendala saat diterapkan pada kasus per kasus. Dengan adanya pidana minimum, maka kebebasan hakim menjadi terampas oleh UU. Hakim yang seharusnya memberikan rasa keadilan dalam penegakan hukum tidak bisa menerapkan karena dibatasi pidana minimum.
"Normatifnya hakim tidak salah. Spiritnya hakim sudah benar tapi hakim belum menegakkan keadilan. Maka sempurnalah korbannya ya rakyat kecil," pungkas Mudzakir.
Busrin mencari kayu bakar di Desa Pesisir, Kecamatan Sumberasih, agar dapurnya tetap ngebul. Saat menebang pohon mangrove dengan sabit, Busrin kepergok anggota polisi dari Polair Polres Probolinggo. Lelaki yang tidak lulus SD itu lalu digelandang ke markas polisi dan dihadapkan ke muka pengadilan. Busrin dinyatakan melanggar Pasal 35 huruf e, f dan g UU Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Terkecil jo Pasal 73.
Majelis hakim menjatuhkan hukuman 2 tahun dan denda Rp 2 miliar subsidair 1 bulan.
"Hakim memberi vonis sudah sesuai dengan UU yang berlaku karena hakim memberi hukuman paling ringan," ujar humas PN Probolinggo Putu yang juga sebagai ketua majelis hakim bersama Maria Anita dan Hapsari Retno Widowulan.
(asp/nrl)