Kuliah S2 Hukum, Rudi Rubiandini Ingin Buat Tesis Soal Hukuman Koruptor

Kuliah S2 Hukum, Rudi Rubiandini Ingin Buat Tesis Soal Hukuman Koruptor

- detikNews
Senin, 24 Nov 2014 19:30 WIB
Bandung - Terpidana kasus korupsi SKK Migas Rudi Rubiandini mendaftar kuliah pasca sarjana hukum yang diselenggarakan oleh Universitas Pasundan di dalam Lapas Sukamiskin. Meski belum mengerti banyak soal hukum, namun Rudi sepertinya sudah punya gambaran tesis yang akan dibuatnya nanti.

Guru Besar Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM) ITB di Kampus Institut Teknologi Bandung yang menyandang gelar profesor ini mengaku begitu tertarik belajar soal hukum.

"Saya ini profesor kan di bidang lain. Kalau di hukum, saya nol," ujar Rudi saat ditemui usai pembukaan Program Pasca Sarjana S2 Hukum di Lapas Sukamiskin, Jalan AH Nasution, Senin (24/11/2014).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengaku, saat kuliah dulu ia tak memilih hukum sebagai jurusan pilihannya karena punya pilihan sendiri. "Kalau sekarang saya tidak punya pilihan lain (mengambil hukum). Tapi pilihan ini bukan untuk diri saya sendiri tapi sebagai warga binaan saya berharap bisa mempelajari dan bisa mengambil kristal-kristalnya," katanya.

Sebagai orang yang pernah tersandung kasus hukum, Rudi memiliki pengalaman yang lebih dibandingkan mahasiswa hukum lainnya. "Kita sudah mengalami. Kita bisa mencampurkan pengalaman dan teori yang ada. Daripada mahasiswa di kampus asli yang tidak bisa melihat bagaimana praktiknya. Tidak seperti ustad, tidak mungkin mengalami neraka dulu untuk bisa mengerti. Itu terlalu sulit, tapi ilmu hukum lebih baik. Kita bisa mengerti karena mengalami," jelas Rudi.

Disinggung soal tesisnya, Rudi mengaku belum memiliki gambaran. Namun ia berharap akan menyusun tesis soal bagaimana hukuman yang bisa dipertimbangkan untuk koruptor.

"Saya tertarik dengan retorative justice. Bagaimana seseorang yang melakukan kesalahan atau kelalaian dihukum dengan ditempatkan di negara tanpa digaji," tuturnya.

Ia mencontohkan, apakah dirinya yang ditempatkan di lapas tanpa memberikan manfaat lebih baik daripada ditempatkan di sebuah posisi selama masa tahanan untuk memberi manfaat, bekerja untuk negara tanpa digaji.

"Kita punya banyak ahli di dalam (lapas) yang punya banyak keahlian tapi tidak memberikan manfaat. Sementara di luar sana ada yang berperan sebagai pejabat tapi tidak memiliki kemampuan. Sakit kami melihatnya," jelas Rudi.

Bentuk hukuman seperti itu menurut Rudi sudah banyak diterapkan di luar negeri. Dan ia masih harus mempelajari bagaimana hukuman seperti itu bisa diterapkan di Indonesia.

"Iya baru terpikir itu. Kan baru belajar, nanti mungkin bisa berubah," tuturnya.

(tya/kha)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads