Ya, hubungan DPR dengan menteri BUMN Kabinet Indonesia Bersatu jilid II yang dijabat Dahlan Iskan memang kurang harmonis. Beberapa kali kedua kubu memiliki perbedaan pandangan yang cukup tajam, hingga akhirnya jadi perhatian publik.
Salah satu yang mungkin paling diingat adalah saat Dahlan Iskan mengungkap adanya dugaan pemerasan terhadap direksi BUMN oleh sejumlah oknum DPR. Tak hanya mengungkap ke publik, Dahlan melaporkan sejumlah nama wakil rakyat ke Majelis Kehormatan Dewan yang kala itu bernama Badan Kehormatan DPR. Penyelidikan Badan Kehormatan bergulir, meski endingnya tak ada anggota DPR yang dihukum karena minimnya bukti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menteri BUMN pun berganti seiring dengan pergantian kabinet. Namun hubungan panas DPR dengan posisi menteri strategis itu sepertinya belum berakhir.
Surat Menteri BUMN Kabinet Kerja Rini Soemarno yang meminta penundaan rapat dengan DPR seolah menjadi pemantik perseteruan lembaga wakil rakyat dengan Menteri BUMN baru. Sebab surat itu direspons negatif oleh pimpinan Komisi VI DPR.
Pimpinan Komisi VI yang berisikan politikus Koalisi Merah Putih berang dengan surat itu. Surat balasan bernada protes pun disiapkan, akan dikirim Senin (24/11) besok.
Sambil menunggu respons surat balasan itu, DPR akan tetap memanggil Rini. Jika panggilan tak dipenuhi, DPR akan menempuh jalan pemanggilan paksa.
"Komisi VI akan tetap mengundang Rini Soemarno. Jika tiga kali tidak hadir, tetap akan diupayakan sesuai mekanisme UU Nomor 17 Tahun 2014, Pasal 98," kata Ketua Komisi VI Achmad Hafisz Thohir kepada detikcom, Sabtu (22/11) kemarin.
Tak semua anggota DPR merespons negatif surat itu. Anggota Fraksi PDIP Aria Bima menilai permintaan penundaan rapat yang diajukan Rini sudah tepat. Meski sudah menandatangani kesepakatan damai, namun DPR masih belum benar-benar kondusif, karena poin-poin kesepakatan damai belum seluruhnya terpenuhi.
"Itu memang komitmen rekonsiliasi atau islahnya antara KMP dan KIH, karena standing posisinya anggota komisi-komisi akan masuk dan disahkan kembali. Pimpinan sekarang itu belum sah, karena disahkan hanya oleh 5 fraksi, itu tidak kuorum," kata Aria saat berbincang, Minggu (23/11) hari ini.
Pembelaan untuk Rini tak hanya datang dari dalam DPR, tapi juga pihak eksternal. Pengamat politik menilai permintaan Rini wajar, karena DPR belum benar-benar selesai berkonflik.
"Panggilan DPR itu bukan panggilan institusi. Itu panggilan koalisi. Karena buktinya sekarang yang ada di parlemen itu KMP dan KIH. Mereka belum selesai berkonflik. Jadi kalau Rini Soemarno menolak, itu hal wajar karena perilaku anggota DPR-nya," kata Ray Rangkuti, pengamat politik dari Lingkar Madani (Lima) saat berbincang hari ini.
(trq/nwk)