Resolusi tersebut diadopsi lewat konsensus di komite HAM Majelis Umum PBB, menyusul sedikit keributan dengan negara-negara dari Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang menginginkan kata-kata yang lebih keras. Demikian seperti dilansir kantor berita Reuters, Sabtu (22/11/2014).
Resolusi tersebut menyatakan keprihatinan serius atas penderitaan warga Rohingya di negara bagian Rakhine. Di wilayah itu, sekitar 140 ribu warga Rohingya hidup di kamp-kamp pengungsi yang kumuh, menyusul kekerasan sektarian antara warga Buddha dan muslim pada tahun 2012.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Resolusi PBB ini menyerukan pemerintah Myanmar untuk melindungi hak-hak seluruh penduduk Rohingya di Rakhine dan memberikan akses yang sama untuk kewarganegaraan bagi minoritas Rohingya. Sehingga dengan demikian Rohingya pun akan mendapatkan akses yang sama untuk layanan-layanan publik di Myanmar.
Perwakilan Myanmar sempat menyampaikan penolakan atas penggunaan kata "Rohingya" dalam resolusi PBB tersebut. Diingatkan bahwa hal ini akan memicu ketegangan di negara bagian Rakhine.
"Penggunaan kata tersebut oleh PBB akan memicu kebencian yang besar dari rakyat Myanmar, yang menjadikan upaya pemerintah lebih sulit dalam menangani masalah ini," cetus delegasi Myanmar seraya menambahkan bahwa pemerintah Myanmar tengah berupaya mengatasi masalah Rohingya.
(ita/ita)