"Saya melihat para guru itu lemah, kalau memberikan sanksi kepada siswa takut diadukan ke KPAI. Sementara para guru kurang memahami UU Perlindungan Anak, bahkan ada juga kepala sekolah yang belum memahami UU Perlindungan Anak," kata Retno kepada detikcom, Sabtu (22/11/2014).
Menurut Retno, para guru seharusnya membekali diri mereka untuk memahami UU Perlindungan Anak serta aturan lainnya yang berkaitan dengan lingkungan tempat ia bekerja. Termasuk membangun komunikasi positif dengan para orangtua murid sehingga sanksi tetap dapat diberikan dalam rangka pendidikan kedisiplinan dan rasa tanggungjawab.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan komunikasi dan penjelasan terkait sanksi tersebut, Retno yakin orangtua siswa yang menyalahi aturan tidak akan protes. Sebaliknya, menurut Retno, orangtua siswa akan bekerja sama dengan pihak sekolah.
"Jadi geng-geng itu muncul karena tidak ada ketegasan. Seperti pemukulan yang terjadi beberapa waktu lalu di sekolah kami, itu terungkap dari siswa yang terlibat kalau ada geng. Kami berikan 2 pilihan kepada mereka, mau keluar dari geng atau sekolah, mereka bilang keluar dari geng," ucap Retno.
"Lalu kami komunikasikan dengan orangtua dan melakukan investigasi ke tempat geng itu nongkrong. Supaya orangtua tahu anaknya di mana setelah jam belajar selesai. Orangtua dan sekolah harus ada kerjasama," tambahnya.
Walau sudah diberikan dua pilihan seperti itu, Retno mengaku ada juga anak yang tidak langsung memilih keluar dari geng. Anak itu menjawab akan pikir-pikir dulu, antara keluar dari geng atau sekolah.
"Kan ada kemungkinan jadinya pilih gengnya daripada sekolah. Jangan sampai anak-anak ini belajar kekerasan di lingkungan lembaga pendidikan. Kalau didiamkan berbahaya," tutup Retno.
(vid/iqb)