DPD: Revisi UU MD3 Tanpa Melalui Prolegnas Cacat Formil

DPD: Revisi UU MD3 Tanpa Melalui Prolegnas Cacat Formil

- detikNews
Sabtu, 22 Nov 2014 07:10 WIB
Foto: Ketua Panitia Perancang Undang-Undang DPD RI, Gede Pasek Suardika (Rengga/detikFoto)
Jakarta -

DPR bersama pemerintah sepakat merevisi UU tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) sebagai tindaklanjut kesepakatan atas kisruh dua koalisi di parlemen. Namun kesepakatan dalam rapat Badan Legislasi itu dikritik karena tidak melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Prolegnas adalah instrumen DPR untuk menyusun daftar Undang-undang yang akan dibentuk atau direvisi sehingga menjadi target legislasi DPR. Terkait revisi UU MD3 ini, DPR beralasan karena ada situasi mendesak sehingga tak perlu masuk Prolegnas.

Hal itu tertuang dalam UU nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 23 menyebutkan beberapa kondisi yang membolehkan RUU tak melalui Prolegnas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya ingin meluruskan tentang pasal 23 UU 12 tahun 2011 yang dipakai alasan oleh Baleg sebagai upaya tidak menggunakan Prolegnas. Kondisi yang dimaksud (boleh tak melalui Prolegnas) bukan seperti yang terjadi sekarang karena KIH dan KMP, tapi kondisi mendesak karena kepentingan masyarakat luas," kata Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI, Gede Pasek Suardika kepada detikcom, Sabtu (22/11/2014).

Pasek yang juga mantan anggota Pansus pembuat UU 12/2011 itu, mengatakan UU yang boleh dibahas dan disahkan tanpa melalui Prolegnas adalah terkait masalah-masalah di masyarakat di luar mekanisme Perpu.

Misal, ada UU yang dalam isinya tidak memungkinkan anggaran yang sifatnya mendesak, maka bisa tanpa melalui Prolegnas karena situasi kepentingan yang begitu besar.

"Kalau urusan bagi-bagi kursi bukan alasan mendesak secara hukum. Karena itu saya kira memang alasannya tidak pas. Alasan bagi-bagi kursi itu bisa selesai di forum lobi yang artinya tak masuk makna pasal 23," ujar mantan ketua komisi III DPR RI itu.

Pasek menuturkan perubahan materil dalam UU harus menghormati cara-cara formil, karena pasal 23 menurutnya tidak multitafsir. Namun digunakan oleh DPR secara luas untuk kepentingan politik merevisi UU MD3. "Kalau mau, langsung saja Perpu. Selesai," kata senator asal Bali itu.

"Kami hanya ingatkan saja karena proses UU yang melanggar perysaratan fomil sama dengan UU yang cacat formil," tegas mantan ketua DPP Demokrat itu.

(iqb/vid)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads