Para pembersih sungai KBT di kawasan Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur, ini beraksi ramai-ramai. Dari sekitar 40-an pembersih, seorang di antaranya menaiki rakit menyusuri tengah-tengah sungai, menghalau sampah ke pinggir. Di pinggir sungai, rekan-rekannya akan memunguti sampah yang menumpuk di pinggir sungai.
Setelah kegiatan mengumpulkan sampah yang dimulai dari pukul 06.00 WIB itu kelar pukul 14.00 WIB, maka truk sampah akan mengambil sampah itu untuk dibawah ke tempat pengolahan sampah (TPS). Profesi lepas yang digaji harian Dinas Kebersihan DKI Rp 82 ribu per hari ini juga memiliki risiko.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Musim kemarau disebutnya sering mengalami gatal-gatal di kaki meski memakai sepatu boot. Hal itu lantaran air lebih pekat.
"Paling gatal lagi kalau musim kemarau, karena air-air yang masuk ke sini itu air dari selokan. Dan itu lebih pekat," tuturnya.
Sedangkan bila arus deras, risiko terseret arus sungai hingga tenggelam bisa mengintai. Sihombing pernah mengatakan pernah ada petugas pembersih sungai yang tenggelam lantaran tidak dilengkapi pelampung.
Β
"Dulu sampah di sini sering dibersihkan, cuma ada kejadian pekerja yang tewas tenggalam, dihentikan sementara sampai zaman Jokowi, dijalani lagi. Pekerjaan kaya gini bahaya di Jakarta Utara, di daerah Marunda, pernah ada pekerja yang tenggelam. Makanya baru kali ini dibekali pelampung. Tapi kalau di BKT kalinya lebih dangkal dibandingkan yang di Jakut," tutur Sihombing.
Dia berharap ada jaring yang membentang menahan sampah di KBT suatu hari sehingga menjaring sampah lebih mudah. Selama ini, menjaring sampah dilakukan secara manual, memakai galah bambu modifikasi sendiri yang ditempeli bagian depan kipas angin yang dibalik.
"Kalau ada jaring, menahan sampahnya itu tinggal tarik-tarik lebih efisien dibandingkan ambil cara manual seperti ini," tuturnya.
(nwk/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini