"Kan kita nggak punya alat untuk men-detectnya (perjaka atau tidak). Kalau wanita kan ada alatnya. Waktu saya masuk Akpol saya dihajar dengkulnya, tapi ini juga nggak valid. Kopong enggaknya. Sejak saya masuk Taruna udah gitu," tutur Moechigiyarto.
Hal tersebut dinyatakan Moechigiyarto dalam diskusi Komisi Indonesia Nasional di Kampus Indonesia Jantera School of Law di Gedung Puri Imperium Office Plaza, Jl Kuningan Madya, Jaksel, Rabu (19/11/2014). Ia menyebut tes itu memang tidak berkaitan dengan profesionalitas dari institusi Polri, namun lebih pada kualitas moral calon Polwan
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau itu kasuistis, saya belum tahu. Kalau ada itu pasti kan lapor ke Propam dan propam menelusuri itu. Nanti kan kita lihat, apakah itu merupakan suatu prosedur atau tidak," tegasnya.
Bagaimana jika calon Polwan gagal dalam tes keperawanan namun memiliki kualitas kinerja dan profesional bagus sebagai Polisi?
"Dicek kualitasnya. Kalau nggak perawan tapi kualitasnya baik, dicek ke rumahnya, ke tetangganya (untuk mengetahui latar belakang)," tutup Moechigiyarto.
(ear/ndr)