"Presiden Jokowi melupakan hukum adalah sumber keberhasilan kalau ingin meningkatkan ekonomi," kata Prof Dr Gayus Lumbuun dalam diskusi yang diselenggarakan Komisi Hukum Nasional (KHN) di Kampus Indonesia Jantera School of Law (ISJL) di Gedung Puri Imperium Office Plaza, Jalan Kuningan Madya, Jakarta Selatan, Rabu (19/11/2014).
Hakim agung itu menyitir seorang pandangan pengamat yang mengkritik Presiden Jokowi dalam sambutan di APEC. Dalam pertemuan itu, Jokowi hanya menyinggung masalah ekonomi dan investasi tanpa menyinggung persoalan hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Ketua KHP Prof Dr JE Sahetapy menyatakan ada dua budaya yang harus diterapkan oleh pemerintahan Jokowi untuk memperlancar tujuan konstitusi. Yaitu Budaya malu dan budaya rasa bersalah.
"Ada profesor yang gajinya besar tapi masih korupsi juga. Kedua, budaya rasa bersalah. Bayangkanm mau mengangkat menteri saja harus minta KPK utk menyelidiki. Saya pikir sekarang ini, kalau Pak Jokowi ingin membersihkan jangan menggunakan budaya Solo," kata Sahetapy.
Hadir juga dalam diskusi tersebut Dirjen PP Kemenkumham Wicipto Setiadi. Dalam paparannya, Wicipto mengaku pihaknya terus berupaya memperbaiki yang terkait dengan pelayanan Kemenkum HAM di bidang ekonomi, keimigrasian dan sebagainya.
"Tugas dan fungsi Kemenkum HAM terutama per-UU-an kami di awal 2015 mencoba memperbaiki Prolegnas dan menerapakan dengan secermat mungkin.
Capaian Prolegnas 5 tahun 2010-2014 hanya sekitar 20-30 persen, capaian hanya sekitar 58 UU. Ini PR yang ditinggal pemerintah masa lalu. Prolegnas akan kami coba sinkronkan dengan RPJMN karena selama ini yang satu ke mana satu ke mana nggak nyambung," ujar Wicipto.ο»Ώ
(ear/asp)