"Biasa aja, nggak ada efeknya kok," ujar Efrizal yang bekerja sebagai kurir barang saat berbincang-bincang dengan detikcom, Selasa (18/11/2014).
Efrizal yang bertempat tinggal Depok bekerja sebagai kurir di salah satu perusahaan besar di Jakarta. "Sebelum BBM naik, untuk pulang pergi Jakarta-Depok saya bisa mengeluarkan uang Rp 35.000, itu belum termasuk saya keliling Jakarta. Terlebih memakai motor Yamaha RX King, tapi itu tidak ada masalah kok," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang dalam kesehariannya saya menggunakan motor, kalau sampai saya panik trus tidak memakai motor nanti anak istri saya mau makan apa?" kata penggemar motor RX King tersebut dengan santai.
Hal sama juga diutarakan Norish yang kesehariannya juga bekerja sebagai kurir barang. Ia pun menanggapi santai kenaikan harga BBM oleh pemerintah.
"Slow aja, ngapain dibuat pusing," kata Norish sembari menyeruput kopi hitamnya.
Meski begitu Norish tidak menutup mata jika kenaikan harga BBM akan berdampak terhadap kebutuhan pokok lainya. Tak hanya itu, dampak kenaikan juga berdampak terhadap naiknya ongkos transportasi.
"Tapi itu semua efek domino dari penarikan subsidi. Nah kuncinya dari pemerintahan ini yang harus bisa mengayomi rakyatnya dengan baik dan benar," tutur pria yang bertempat tinggal di Bekasi ini.
Dibandingkan kedua rekannya di atas, Subadri memiliki pendapat berbeda. Dirinya lebih mengkritisi kebijakan perusahaannya yang harus bertanggung jawab terhadap karyawan di lapangan.
"Secara pribadi saya keberatan, yang mana dalam keseharian mobilitas di lapangan, sudah pasti tidak ada ganti rugi dari kantor. Terlebih saya ini hanya sekedar freelance," kata pria yang akrab dipanggil Badrie.
Badrie mengatakan dirinya hanya bisa pasrah ketika pemerintah menaikan harga BBM. "Sekarang tinggal bagaimana tanggung jawab kantor aja. Kalau masalah kebutuhan pokok selama kita masih punya tangan dan kaki kita bisa nyari sampinganlah, seperti ngojek," tutupnya.
(edo/nwk)