Dalam perdebatan diaspora sebagai fenomena brain drain atau brain gain, diaspora sesungguhnya dapat berperan sebagai brain hub.
Hal itu disampaikan Dr. Dino Patti Djalal selaku narasumber kehormatan pada Forum Diaspora Indonesia II bertema Peran Diaspora Indonesia dalam Menyukseskan Pendidikan Nasional di Berlin, Sabtu (15 November 2014).
"Istilah brain hub ini terinspirasi dari pengalaman bertemu dengan sekelompok diaspora Indonesia di Columbus, Ohio, yang sukses sebagai kontraktor IT untuk perusahaan-perusahaan besar di AS," ujar Dino.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini membuktikan bahwa meskipun mereka tidak pulang kampung, namun secara nyata bisa berkarya dan ikut mengubah nasib saudara-saudaranya di tanah air," imbuh Dino.
Mantan Wakil Menteri Luar Negeri RI itu juga menyampaikan bahwa berbeda dengan diaspora India dan Tiongkok yang sudah banyak berstatus pengusaha konglomerat, mayoritas diaspora Indonesia masih hard working middle class.
"Memang pada akhirnya yang bisa diharapkan dari mereka adalah kontribusi berukuran sedang, namun apabila dilakukan dalam jumlah besar pasti akan dapat memberikan dampak besar bagi Indonesia," tandas Dino.
Dino juga menekankan bahwa di tengah tingginya polarisasi politik di tanah air, diaspora Indonesia perlu untuk menjaga reputasinya dengan tidak terjun ke dalam ranah politik praktis.
"Harapan masyarakat di tanah air kepada diaspora Indonesia sungguh besar, baik sebagai sumber ekonomi, moral dan sumber daya internasional," pungkas Dino.
Sebelumnya Dubes RI untuk Republik Federal Jerman Dr. Ing. Fauzi Bowo senada dengan Dino menyampaikan dalam pidato pembukaan bahwa diaspora adalah sumber brain power Indonesia.
"Mengingat mereka adalah komunitas besar padat ilmu, ide, modal dan jaringan yang dapat menjawab kebutuhan peningkatan daya saing Indonesia," papar Dubes.
Dubes mengatakan bahwa dalam dunia yang sudah tanpa batas ini, menggambarkan kondisi diaspora Indonesia adalah seperti thousands of unconnected dots (ribuan titik tak terhubung, red).
"Sedemikian banyak potensi yang dimiliki, namun kurang konektivitas satu sama lain," tandas Dubes.
Untuk itu, Dubes menekankan bahwa borderless world must be dealt with borderless approach (dunia tanpa batas harus ditangani dengan pendekatan tanpa batas, red).
"Harus ada upaya integratif untuk menciptakan dan menjaga konektivitas di antara diaspora Indonesia, masyarakat Indonesia di tanah air, pemerintah dan dunia usaha," demikian Dubes.
Mengenai perdebatan brain drain atau brain gain, Dubes menyampaikan bahwa siapa pun dalam bentuk apa pun dapat berkontribusi bagi pembangunan bangsa di mana pun mereka berada.
Forum Diaspora Indonesia II ini diselenggarakan oleh Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I4) cabang Jerman dengan dukungan KBRI Berlin, Bank BNI 46 Cabang London, Ikatan Ahli dan Sarjana Indonesia-Jerman, Indonesia Diaspora Network dan Indonesisches Kultur und Weisheitszentrum.
Menurut keterangan Sekretaris II Fungsi Penerangan dan Sosial Budaya KBRI Berlin Fattah Hardiwinangun forum ini dihadiri 200 peserta diaspora Indonesia di Jerman dan dari beberapa negara-negara Eropa (Belanda dan Swedia).
Dalam forum ini juga diselenggarakan beberapa sesi diskusi dengan narasumber dari komunitas diaspora di Jerman dan negara lain di Eropa.
Secara paralel, juga digelar workshop "Diaspora Menulis", yang dipandu oleh Presiden Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional Dr. Dessy Irawati dan Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Berlin Prof. Dr. Agus Rubiyanto.
Workshop ini diselenggarakan dalam rangka menyambut keikutsertaan Indonesia sebagai Guest of Honour pada Frankfurter Buchmesse 2015, yang merupakan pameran literatur terbesar di dunia.
Secara khusus, Dubes menyampaikan apresiasi atas workshop ini, dan menyampaikan bahwa literatur adalah cermin dari tingkat intelektualitas dan peradaban budaya suatu bangsa.
Dubes berharap workshop ini dapat menginspirasi dan pada akhirnya menciptakan penulis- penulis Indonesia dengan karya-karya membanggakan secara internasional, baik itu karya ilmiah, novel, buku anak-anak, atau pun buku masakan.
Forum Diaspora Indonesia II ini juga dimeriahkan dengan bazaar, pertunjukan kesenian, pemutaran film pendek karya diaspora Indonesia dan doorprize tiket Jerman-Indonesia dan Berlin- Barcelona.
Saat ini terdapat hampir 4,7 juta orang WNI bermukim di berbagai belahan dunia, dengan keturunan mereka totalnya diperkirakan mencapai lebih dari 10 juta orang. Jumlah tersebut termasuk mereka yang memiliki sejarah keterikatan dengan Indonesia sebelum Republik Indonesia berdiri.
Di Jerman sendiri terdapat sekitar 15.000 WNI di seluruh 16 negara bagian. Sebagian besar dari mereka adalah pelajar, tenaga profesional dan pengusaha. (es/es)