Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) meneken kesepakatan damai di DPR. Niat baik kedua kubu untuk menyudahi polemik di DPR layak diacungi jempol, tentu saja kalau komitmen ini benar-benar dijaga.
Ada idiom tak ada kawan dan lawan yang abadi di politik. "Kepentingan politik selalu berubah. Satu deal politik kadang tidak berlaku untuk deal lainnya. Setgab koalisi SBY adalah contoh sederhananya," kata pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio saat berbincang santai dengan detikcom, Senin (17/11/2014).
Setgab koalisi memang manis di awal namun kemudian banyak sekali dinamika dalam perjalanannya. Menurut Hendri, dinamika di DPR juga sangat mungkin terjadi, meskipun siang tadi KMP dan KIH sudah sepakat berdamai dan menegaskan tak ada lagi KMP dan KIH di DPR.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Deal KMP-KIH bukan hangat-hangat tai ayam tapi deal ini adalah deal lapar mata, begitu bisa nyicipin udah ngerasa kenyang terus nyari makanan lain. Lihat saja bahasa komunikasi Pramono dan Hatta yang mengakui bahwa deal terjadi karena lobi meja makan yang umumnya sebentar," sambungnya.
Kesepakatan antara KMP dan KIH juga tak menjamin DPR akan mendukung kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Apalagi tak lama lagi ada isu kenaikan harga BBM yang sangat mungkin kembali memanaskan situasi politik di DPR.
"BBM adalah magnet politik beda kasta bila dibandingkan dengan bagi-bagi kursi alat kelengkapan DPR. BBM mampu membuat peta politik dan perhitungan politik buyar dan mulai dari nol," katanya.
Namun demikian niat baik perdamaian KMP dan KIH layak diapresiasi. Paling tidak para elite parpol sedang menunjukkan sikap kenegarawanan menyelesaikan persoalan dengan kepala dingin. Lalu sampai kapan kesepakatan ini akan bertahan?
(van/nrl)