Tolak Hukuman Mati, Kontras: Vonis Mati Tidak Manusiawi

Tolak Hukuman Mati, Kontras: Vonis Mati Tidak Manusiawi

- detikNews
Senin, 17 Nov 2014 10:59 WIB
ilustrasi (dok.detikcom)
Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) menolak tegas penerapan hukuman mati di Indonesia karena tidak berperikemanusiaan dan merupakan hukuman yang kejam. Terakhir hukuman mati dijatuhkan oleh Mahkamah Agung (MA) dalam kasus tewasnya Sisca Yofie.

"KontraS konsisten menolak hukuman mati sebagai hukuman yang kejam dan tidak manusiawi," kata Koordinator Kontras Haris Azhar dalam siaran pers yang diterima detikcom, Senin (17/11/2014).

Menurut Kontras, hukuman mati telah melanggar standar hak asasi manusia (HAM) yang berlaku internasional karena hak hidup adalah hak yang paling penting. Hak hidup adalah hak yang tidak bisa dikurangi, tidak bisa dilanggar, tidak bisa dibatasi dalam keadaan apapun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Termasuk dalam kasus darurat, perang, atau penjara," ujar Haris.

Apalagi, Indonesia telah menandatangani Deklarasi Universal HAM (Duham) dan ICCPR (Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik). Pelanggaran HAM lainnya yaitu penyiksaan dan masa tunggu yang panjang antara putusan hukuman mati dengan pelaksanaan eksekusi mati.

"Penerapan hukuman mati di Indonesia juga bertentangan dengan perkembangan bangsa beradab di dunia modern," lanjutnya.

Hingga Desember 2012, lebih dari 140 negara atau lebih dari 2/3 negara di dunia telah menghapuskan hukuman mati. Selain itu, menghapuskan hukuman mati juga akan mengangkat harkat dan martabat Indonesia di mata masyarakat internasional.

Alasan lain Indonesia harus menolak hukuman mati yaitu hukuman mati tidak membuat jera pelaku dan tidak mengurangi kejahatan itu sendiri. Selain itu proses pengadilan yang tidak adil memungkinkan orang yang tidak bersalah bisa dikenai hukuman mati.

"Kontras merekomendasikan pemerintah untuk menunda semua hukuman mati dan mengubahnya menjadi hukuman penjara," tegas Haris.

Pendapat tersebut berseberangan dengan pendapat hakim agung Gayus Lumbuun. Dia meminta masyarakat jangan sepenggal membaca konstitusi. Walaupun menurut pasal 28I UUD 1945 menyatakan warga negara mempunyai hak hidup, tapi pada pasal selanjutnya yaitu pasal 28J disebutkan bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain.

"Di sinilah kita harus tunduk kepada UUD dan di negara lain hukuman mati juga masih diberlakukan. Bagi saya, membaca pasal 28 UUD 1945 jangan dipenggal dan sepenggal-penggal," kata Gayus.

Selain itu ahli pidana Mudzakir mengatakan hukuman mati tepat diterapkan ke Wawan, pembunuh Sisca Yofie.

"Itu putusan tepat. Dalam teori psikologi kriminal membunuh itu adiktif. Orang yang sekali membunuh dan dihukum penjara lalu keluar penjara maka dia akan mengulangi lagi untuk mengalirkan darah orang lain. Mengapa? Karena membunuh itu menimbulkan kecanduan, adiktif," kata ahli pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu.
ο»Ώ

(asp/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads