Di jam sibuk, saling desak, sikut dan dorong menjadi pemandangan yang biasa terjadi bagi penumpang kereta commuter line di Jakarta. Banyaknya insiden akibat aksi saling dorong ini tak juga membuat para penumpang mengantre teratur.
Hal yang sama bukan tak pernah terjadi di negara tetangga Singapura yang sudah memiliki transportasi semapan Mass Rapid Transit (MRT). Pengelola MRT memiliki caranya untuk menghentikan kebiasaan buruk itu.
Atas undangan Singapore International Foundation (SIF), detikcom berkesempatan mengunjungi Singaβpura dan mencoba MRT, Minggu (16/11/2014). Perjalanan dimulai dari stasiun MRT Dhobby Ghaut menuju ke stasiun MRT Esplanade.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat sampai di ruang tunggu, beberapa peta MRT diletakkan sebagai petunjuk bagi penumpang. Yang mencolok adalah pembuatan batas di ubin depan pintu masuk MRT.
Tanda itu dibuat 2 warna yakni merah dan hijau. Warna merah diletakkan di pinggir pintu selebar 1 meter dengan agak menyerong di depan pintu. Garis ini untuk membatasi para penumpang yang akan masuk ke MRT. Sedangkan di ubin berwarna gelap yang selebar pintu masuk itu diberi tanda panah berwarna hijau sebagai tanda untuk para penumpang yang baru keluar dari MRT. Seluruh penumpang akan mengikuti aturan itu dan tidak akan ada yang menunggu di depan ubin gelap atau bahkan di depan pintu.
Tanda-tanda itu dibuat untuk dipatuhi para penumpang terutama di jam-jam sibuk yakni saat jam berangkat dan pulang kantor. Penumpang yang akan naik MRT akan menunggu di belakang garis merah hingga seluruh penumpang turun. Penumpang yang turun pun harus mengikuti tanda panah hijau dan tak memotong di tengah antrian penumpang yang akan naik.
Tanda itu baru dibuat sekitar 3 tahun lalu dengan mencontoh Hong Kong.
"Tanda-tanda ini dibuat karena sering terjadi saling sikut saat jam sibuk antara yang masuk dan keluar," kata salah satu warga, Tay Hsu Cern, pada detikcom
Tanda ini hanya berlaku di hari kerja. βSaat Sabtu atau Minggu atau di luar jam sibuk, warga diperbolehkan menunggu di depan ubin gelap tersebut. Namun, karena sudah menjadi kebiasan, mereka sering tetap menunggu di belakang garis warna merah.
Upaya mengatur penumpang ini bisa saja ditiru PT KCJ di Jakarta, sehingga penumpang lemas atau pingsan karena terdorong penumpang bisa disiasati.
(bil/nrl)