"Kalau istilahnya Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo), kita harus revolusi mental lah," kata Sarwono dalam diskusi Populi Center dan Smart FM bertajuk "Berebut Golkar" di Restoran Gado-gado Boplo, Jl Gereja Theresia No 41, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (15/11/2014).
Sarwono menjelaskan, Ketum Golkar mendatang haruslah sosok yang terbebas dari mental pragmatisme politik. Misalnya, Ketum Golkar tidak boleh hanya dipilih karena punya logistik yang besar untuk kader-kadernya, melainkan harus menjunjung ideologi.
"Politik Golkar saat ini terlalu pragmatis dan cetek. Itu yang bikin saya empet (muak) dengarnya. Hanya bicara masalah siapa dapat apa," ujar Sarwono usai diskusi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau orang sudah nggak ngerti sejarah, apa sih yang bisa kita pahami?" ujar Sarwono.
Dia lantas membandingkan geliat kepengurusan eranya dengan era sekarang. Sekarang ada sekitar 300 pengurus Golkar, namun Sarwono melihat semangat kepartaian di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta tak sesemarak dulu.
"Golkar rohnya sudah hilang," kata Sarwono.
Pengamat politik dari Populi Center Nico Harjanto juga menyoroti oligarki di kepemimpinan Golkar. Menurutnya, fenomena itu tidak sehat bagi partai sebesar Golkar. Partai terbuka seperti Golkar tak bisa disamakan dengan perusahaan berformat Perseroan Terbatas yang menerapkan sistem oligarki.
"Tentu ini tidak sehat bagi partai," katanya.
(dnu/imk)