"DPR bisa meminta Presiden memberi sanksi kepada menteri. Sebagai Komisi DPR bisa mengganti menteri loh," kata Sekretaris Jenderal Partai Hanura, Dossy Iskandar, saat dihubungi detikcom, Jumat (14/12/2014).
Dossy menyatakan kewenangan seperti itu berpotensi menimbulkan kegaduhan politik. Tentu ini tidak sehat bagi sistem presidensial. Maka UU MD3 itu harus direvisi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, tak semestinya Alat Kelengkapan Dewan selevel Komisi bisa mempunyai kewenangan memecat menteri. KIH ingin agar hak menyatakan pendapat, hak interplasi, dan hak angket DPR dikembalikan pada tataran paling tinggi, yakni Sidang Paripurna DPR yang notabene lebih tinggi dari rapat Komisi.
"Masa Alat Kelengkapan Dewan punya kewenangan seperti itu (mengganti menteri)? Hak semacam itu tidak boleh dimudahkan," protes Dossy.
Berikut adalah pasal dalam UU MD3 yang dimaksud:
Pasal 98
Ayat (6)
Keputusan dan/atau kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan pemerintah serta wajib dilaksanakan oleh pemerintah
Ayat (7)
Dalam hal pejabat negara dan pejabat pemerintah tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (6), komisi dapat mengusulkan penggunaan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak anggota mengajukan pertanyaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (8)
DPR dapat meminta Presiden untuk memberikan sanksi administratif kepada pejabat negara dan pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(dnu/vid)