Aksi dipicu peristiwa yang terjadi hari Sabtu (8/11/2014) lalu sekitar pukul 10.00 WIB. Saat itu tukang yang membangun tembok antara lingkungan sekolah dan masjid Pangeran Diponegoro meminta para siswa dan guru agar keluar dari lingkungan sekolah. Sedangkan tembok sudah mulai dibangun.
"Guru dan anak-anak diteriaki tukang bangunannya suruh keluar karena mau dicor, motor sampai diangkat. Sebelumnya tidak ada pemberitahuan," kata kepala sekolah SD Islam Pangeran Diponegoro, Dewi Widayani kepada detikcom, Senin (10/11/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tanah ini bukan hak kami, bukan tanah sekolah, kalau mau ditembok tinggi tidak masalah. Tapi kami minta agar ada akses jalan ke Masjid, lebar 1 meter saja tidak apa-apa," tegasnya.
Beruntung pedagang kaki lima yang berada di seberang sungai rela bergeser untuk akses jalan anak-anak sekolah. Namun pembangunan baru dimulai, tembok pembatas itu sudah dibangun sehingga akses keluar masuk terancam tertutup total.
"Kami hanya ingin proses pembelajaran tidak terganggu, ini sudah terganggu. keselamatan anak-anak terganggu. Kalau tembok jadi dan tidak ada akses, anak-anak kalau Sholat Dzuha dan Zuhur harus memutar jalan raya," kata Kepala Sekolah TK Pangeran Diponegoro, Sarikem.
Dengan membawa sejumlah sepanduk dan poster penolakan, anak-anak kecil itu mulai berunjuk rasa. Beberapa poster bertuliskan, "Ir. Muji Laksono, Sadarlah Dunia hanya Sementara" dan "Selamatkan pendidikan kami".
Dalam aksi itu, selain dijaga polisi, petugas Satpol PP Kota Semarang juga memasang garis kuning pada proyek pembangunan tembok tersebut. Hal itu dilakukan untuk meredam konflik.
"Belum tahu apakah ada izin atau belum, kami pasang untuk meredam," kata Kabid Ketenteraman dan Ketertiban Umum Satpol PP Kota Semarang, Kusnandir.
Usai melakukan unjuk rasa, para siswa TK dan SD Islam Pangeran Diponegoro menempelkan poster-poster tuntutan di tembok dan pagar sekolah lalu melanjutkan kegiatan belajar mengajar.
(alg/try)