Di Pengadilan, Mereka Menang Usai Soeharto Tumbang

Gugatan Agraria Profesor Tua

Di Pengadilan, Mereka Menang Usai Soeharto Tumbang

- detikNews
Jumat, 07 Nov 2014 09:24 WIB
Gedung Mahkamah Agung (ari saputra/detikcom)
Jakarta -

Atas nama pembangunan, rezim Soeharto seringkali menghalalkan segara cara. Tidak sedikit hak-hak warga negara diambil tanpa memberikan kompensasi yang pantas. Terakhir, Profesor Dr Wimanjaya Liotohe menggugat pemerintah untuk mengganti rugi atas penyerobotan tanah miliknya di Bogor.

Seperti yang dialami warga Purwakarta, Nyonya Idot. Awalnya tanah dan rumah miliknya di Jalan Siliwangi itu disewa pemerintah untuk dijadikan kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwakarta dari 1 Januari 1967 hingga 1 Desember 1971. Namun setelah masa sewa habis, pemerintah tidak mengembalikan ke Nyonya Idot.

Bahkan Kejari menempati tanah itu bertahun-tahun tanpa memberikan uang sewa sepeser pun. Usai Kejari Purwakarta menempati lahan baru, rumah dan tanah itu disulap menjadi rumah dinas Kepala Kejari setempat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah Soeharto tumbang, ahli waris Nyonya Idot yang juga cucunya, Sulaeman menggugat pemerintah yaitu kejaksaan. Gayung bersambut. Pada 2012, Pengadilan Negeri (PN) Purwakarta mengabulkan gugatan Suleman dan menyatakan lahan tersebut merupakan milik ahli waris Nyonya Idot. Perkara itu dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Bandung dan Mahkamah Agung (MA).

Penyerobotan lahan juga dilakukan Soeharto atas nama pembangunan di sektor listrik. Tanah Ismail radi di Desa Sodong, Tigaraksa, Tangerang diserobot PLN untuk membangun gardu listrik. Di bawah rezim Soeharto, orang tua Ismail, Radi terpaksa mempersilakan lahannya digunakan tanpa ganti rugi.

Usai Soeharto lengser, Ismail menggugat PLN atas penempatan lahan itu. Akhirnya MA mengabulkan gugatan pada 2013 lalu. Pengadilan memerintahkan PLN untuk memberikan ganti rugi ke Ismail yaitu Rp 46 juta.

Kini, gugatan serupa juga dilayangkan Wimanjaya. Mantan tahanan politik (tapol) era Soeharto itu menggugat penyerobotan lahan miliknya seluas 1 hektare di Bogor yang digunakan untuk irigasi. Setelah 17 tahun Soeharto tumbang, Wimanjaya lalu menuntut keadilan dengan berbagai cara, salah satunya dengan menggugat ke PN Cibinong.

Penulis 'Prima Dosa: Wimanjaya dan Rakyat Indonesia Menggugat Imperium Suharto' itu menggugat Presiden RI, Wakil Presiden RI, Bupati Bogor, Kepala BPN Bogor, Lurah Sukahati dan para pihak terkait dengan total tergugat 9 orang. "Benar ada gugatan tersebut dan terdaftar dengan nomor perkara 165/PDT.G/2014/PN.Cbi," kata humas Pengadilan Negeri (PN) Cibinong, Dr Ronald Lumbuun kepada detikcom, Jumat (7/11/2014).

Apakah nasib Wimanjaya akan mengikuti jejak Nyonya Idot dan Ismail?

(asp/try)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads