Lukman Hakim mengatakan, sesuai dengan UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, dijelaskan pernikahan itu dikatakan sah apabila sesuai dengan ketentuan hukum agama yang bersangkutan.
"Jadi, jadi itu sangat tergantung bagaimana masing-masing agama mengatur perkawinan itu," kata Lukman Hakim di Kantor Kemenag, Jl Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Kamis (6/11/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pernikahan itu peristiwa sakral yang tidak bisa dipisahkan dari agama. Masyarakat kita sangat agamis. Silahkan tanya masing-masin agama yang bersangkutan. Sejauh yang saya pahami, saya bicara dengan MUI, Muhammadiyah, NU, kristen, hindu, dan lainnya, tidak ada satupun agama yang ajarannya mentolerir pernikahan beda agama," katanya.
Dia juga menegaskan, pemerintah dalam hal ini berperan hanya sebatas ketentuan regulasi UU. Selebihnya, tergantung agama masing-masing.
"Tapi tentu pemerintah tidak sampai mengurusi syariatnya ini, boleh atau tidak, hanya sampai pada ketentuan regulasi UU. Pernikahan itu sah kalau menurut ketentuan agama yang bersangkutan," katanya.
"Jadi silahkan tanya bagi majelis agama yang memiliki otoritas, boleh atau tidaknya," tambah Menag Lukman.
(jor/fjr)