"Secara personal, saya lihat tidak ada prestasi signifikan, punya integritas yang saya pikir baik. Tapi pemikiran dan kontribusi menonjolnya saya belum lihat. Ya standar saja lah," ujar peneliti dari Indonesian Legal Roundtable Erwin Natosmal di kantor YLBHI, Jl Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (5/11/2014).
Menurut Erwin, hakim konstitusi dari elemen DPR dan pemerintah selalu menonjol dan kerap menjadi catatan para penggiat hukum. Namun hakim konstitusi dari elemen MA dinilai kurang menunjukkan pengaruh pemikiran mereka, dibandingkan dengan hakim konstitusi dengan latar belakang akademisi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Erwin menambahkan, MK bukan hanya menangani masalah hukum tata negara, tapi juga terkadang menyentuh isu agama, pidana dan perdata. Beragam isu yang ditangani MK sehingga harus ada pemikiran yang kuat dan berbeda, terutama diharapkan muncul dari hakim konstitusi yang dulu menjadi hakim karir.
"Tapi selama ini, hal itu tidak terlalu menonjol. Apakah mereka cukup baik? Paling tidak belum ada catatan buruk, agak sayang sebenarnya karena mereka hakim karir yang pasti punya pengalaman luar biasa," ujar Erwin.
Lalu Erwin menyinggung prestasi Hakim Agung Artidjo Alkostar. Ia berharap hakim karir yang menjadi hakim konstitusi memiliki kepiawaian pemikiran dan keberanian seperti Artidjo.
"Harapan saya mereka bisa seperti Artidjo, berani dan punya pemikiran progresif. Yang dikirimkan MA harusnya ya sekelas Artidjo," ujar Erwin.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Deputi Perludem Veri Junaedi, yang berharap hakim konstitusi dari elemen MA melihat tugasnya sebagai pemberi keadilan untuk seluruh warga negara Indonesia. Bukan satu orang atau kelompok tertentu seperti dalam perkara pidana atau perdata.
"Karena itu kita berharap hakim konstitusi dari MA itu visioner dan mampu membaca kondisi kekinian. Konstitusi bukan text book, tapi suatu norma yang hidup mengikuti perkembangan jaman. Hakim sebenarnya bisa membaca yang dibutuhkan masyarakat," ujar Veri.
(vid/rmd)