"Status di FB siswa kita itu hanya sebagai puncaknya saja. Selama ini mereka bertiga selalu melabrak aturan sekolah. Karenanya kita ambil keputusan tersebut," kata Kepala Sekolah SMA Negeri Bungaraya, Kab Siak, Riau, M Nasir kepada detikcom, Rabu (5/10/2014).
Dia membantah bila disebut mengeluarkan 3 siswanya. Menurutnya, mereka bukan dikeluarkan dari sekolah, melainkan dikembalikan ke orangtuanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nasir mencatat, ketiga siswanya itu selama ini sering bolos, cabut sekolah, dan merokok. Berbagai teguran baik lisan dan tulisan serta pemanggilan orangtua sudah dilakukan.
"Soal status FB tersebut merupakan puncaknya saja. Selama ini sudah banyak kesalahan yang dilakukan ketiganya," kata Nasir.
Terkait status di FB, Nasir mengaku sudah meminta klarifikasi kepada ketiganya. Dalam penjelasannya, siswa tersebut membuat status yang menyindir para guru karena sudah merasa tidak nyaman.
"Karena sudah merasa tidak nyaman di sekolah, ya sudah kami kembalikan mereka pada orangtuanya. Dan ketiganya kini juga sudah pindah ke sekolah lain," kata Nasir.
Menurut Nasir, ketiga eks siswanya itu memang sudah tidak termaafkan lagi. Selain itu keputusan mengeluarkan ketiganya agar tidak berimbas ke siswa lainnya.
"Keputusan kita ambil bersama, baik majelis guru dan komite sekolah. Dari pada nanti mereka mempengaruhi siswa lainya, ya keputusan kita bersama memulangkan mereka kepada orang tuanya," kata Nasir.
Ketiga siswa itu adalah Reksa Dirgantara Putra, Wiwit Dwi Santoro, dan Towil Maamun. Mereka seluruhnya masih duduk di kelas 2 SMA dan dikeluarkan dari sekolah sepekan lalu.
Ayah Reksa, Sudwi Harto, dalam perbincangan dengan detikcom, Selasa (4/11/2014), mengatakan anaknya mengomentari status dari rekannya. Dimana rekannya menuliskan status "Murid terlambat dihukum, guru terlambat tidak dihukum".
"Anak saya lantas ikut mengomentari dengan kalimat 'bakar'. Inilah yang membuat marah pihak sekolah dan membuat keputusan sepihak mengeluarkan anak saya termasuk dua temannya," kata Dwi.
Selaku orangtua, Dwi tidak terima atas keputusan sekolah tersebut. Seharusnya, pihak sekolah melakukan pembinaan jika memang muridnya dianggap tidak wajar berkomentar di FB.
"Masak main keluarkan begitu saja dengan alasan bahwa status di FB itu sebagai puncaknya. Alasan lain, katanya anak saya dan kedua rekannya sering terlambat masuk, dan sering tidak masuk," kata Dwi.
Tapi bagi Dwi, sebelum keputusan tersebut diambil, haruslah ada pembinaan atau orangtua murid dipanggil untuk mendudukan persoalan itu.
"Katakanlah anak saya nakal di sekolah. Tapi kenakalannya hanya sebatas seperti yang disampaikan pihak sekolah sering bolos dan terakhir soal komentar di status facebook kawannya. Anak saya bukan pelaku narkoba di sekolahnya. Masak urusan FB jadi dikeluarkan," kata Dwi.
Masih menurut Dwi, kini anaknya telah pindah ke salah satu madrasah aliah swasta di Siak. "Ya mau bagaimana lagi, anak saya sudah dikeluarkan dari sekolah. Kita sebenarnya tidak bisa menerima ini, tapi mau gemana lagi," kata Dwi.
(cha/try)