MA Lepaskan PNS Pengadilan di Kasus Korupsi Pembangunan Gedung PN Makassar

MA Lepaskan PNS Pengadilan di Kasus Korupsi Pembangunan Gedung PN Makassar

- detikNews
Selasa, 04 Nov 2014 10:31 WIB
Gedung Mahkamah Agung (ari saputra/detikcom)
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) melepaskan pegawai Pengadilan Negeri (PN) Makassar Sudharmono. PNS berusia 30 tahun itu didudukkan sebagai terdakwa dalam kasus korupsi pembangunan gedung PN Makassar pada 2008 silam.

Kasus bermula saat PN Makassar mendapat APBN untuk membangun gedung sebesar Rp 9 miliar dalam tahun anggaran 2007. Sudharmono duduk sebagai bendahara dengan penanggungjawab pembuat komitmen M Yamin Salam. Dalam proyek itu, pemenang pembangunan gedung diraih PT MPP dengan nilai kontrak Rp 7,6 miliar pada 17 Juli 2007 dan direvisi menjadi Rp 8,4 miliar pada 31 Desember 2007.

Pada 14 Desember 2007, selaku bendahara, Sudharmono membuat proses pembayaran termin V dengan membuat ringkasan laporan pekerjaan 95 persen dengan retensi 5 persen sebesar Rp 1,1 miliar. Pada 31 Desember 2007, dibuat surat Berita Acara Kemajuan Pekerjaan yang menyatakan 100 persen pembangunan telah selesai, padahal pekerjaan belum selesai.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Atas hal itu, jaksa menilai Sudharmono telah melakukan tindak pidana dan memproses kasus itu secara hukum. Selaku bendahara, menurut jaksa, Sudharmono tidak melakukan pengujian kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah pembayaran.

Pada 19 Mei 2009, jaksa menuntut Sudharmono selama 2 tahun penjara. Atas tuntutan itu, Pengadilan Negeri (PN) Makassar menjatuhkan pidana 1 tahun kepada Sudharmono pada 12 Oktober 2009. Selain itu, terdakwa juga dikenai denda Rp 100 juta subsidair 2 bulan kurungan.

Lalu vonis Sudharmono diperberat menjadi 2 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi (PT) Makassar pada 28 April 2010. Atas vonis itu, Sudharmono mengajukan kasasi. Apa kata MA?

"Melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (ontslaag van alle rechtvervolging)," putus majelis kasasi sebagaimana dikutip detikcom dari website Mahkamah Agung (MA), Selasa (4/11/2014).

Duduk sebagai ketua majelis Djoko Sarwoko dengan anggota Sophian Martabaya dan Abdul Latief. Majelis menilai terdakwa tidak menikmati hasil dari kelebihan pembayaran tersebut yang merupakan kerugian negara yang dilakukan oleh kuasa pengguna anggaran dan penanggungjawab kegiatan.

"Ternyata perbuatan terdakwa selaku bendahara pengeluaran membuat konsep berita acara laporan kegiatan pekerjaan 100 persen bukanlah perbuatan pidana yang dapat dipertanggungjawabkan oleh terdakwa dalam perkara a quo sebagaimana pasal 18 ayat 3 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara," putus majelis pada 19 Maret 2012 silam.

(asp/try)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads