Tak lama setelah Presiden Blaise Compaore mengundurkan diri dari jabatannya, Panglima Militer Jenderal Honore Traore menyatakan kudeta atas kekosongan kepemimpinan di negara tersebut. Hal ini setelah dia membubarkan parlemen.
Namun klaim kudeta Traore ini menuai penolakan dari para demonstran setempat dan sejumlah pejabat militer lainnya. Setelah sempat terjadi baku tembak di dekat istana kepresidenan, pada Sabtu (1/11) dini hari, Letnan Kolonel Issaac Zida yang merupakan komandan pengawal kepresidenan, mengumumkan via radio bahwa dirinya mengambil alih kekuasaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya memberi hormat bagi para martir dalam perjuangan ini dan menghormati pengorbanan yang dilakukan rakyat," imbuhnya.
Unjuk rasa mendesak Compaore mundur berlangsung sejak Kamis (30/10) hingga Jumat (31/10). Sedikitnya 3 orang tewas dalam bentrokan yang terjadi setelah ratusan ribu demonstran menyerbu gedung parlemen dan membakarnya.
Zida menambahkan, militer dikerahkan ke lapangan untuk menghindari aksi anarkis dan demi memastikan transisi demokrasi berjalan baik. Menurutnya, prosedur pelaksanaan pemilu dalam waktu dekat akan disusun oleh lembaga yang terdiri atas berbagai elemen masyarakat, termasuk partai politik.
Zadi juga meminta Uni Afrika dan blok regional Afrika Barat, ECOWAS untuk memberikan dukungan terhadap transisi demokrasi di Burkina Faso.
"Ini bukanlah kudeta, tapi perjuangan rakyat. Rakyat memiliki harapan dan impian, dan kami yakin bahwa kami mampu memahami mereka," tuturnya kepada Reuters.
(nvc/gah)