Unjuk rasa tersebut merupakan bentuk kemarahan rakyat Burkina Faso atas niat Compaore untuk kembali mencalonkan diri dalam pemilu, setelah dia menjabat nonstop selama 27 tahun terakhir. Compaore yang purnawirawan militer ini menjabat sejak kudeta pada tahun 1987 silam.
Unjuk rasa pecah pada Kamis (30/10), setelah Compaore berupaya mengubah konsitusi agar dirinya bisa mencalonkan kembali dalam pemilu tahun depan. Parlemen setempat harusnya melakukan voting pada hari tersebut, terkait amandemen konstitusi tersebut, namun rakyat bergerak dan gedung parlemen pun dibakar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya yakin bahwa saya telah memenuhi tugas saya, yang menjadi perhatian terbesar saya ialah kepentingan negara ini," ucap Compaore dalam pernyataan tertulisnya, seperti dilansir Reuters, Sabtu (1/11/2014).
Dalam pernyataannya, Compaore juga menyatakan digelarnya pemilu dalam waktu dekat, atau 90 hari setelah pengunduran dirinya.
Pasca pengumuman ini, konvoi militer besar-besaran diyakini membawa Compaore ke kota Po, dekat perbatasan Ghana, yang merupakan pangkalan militer terbesar. Rakyat menyambut dengan senang pengunduran diri Compaore ini. Mereka menari, bersorak dan bersiul di tengah jalanan Ouagadougou setelah pengumunan Compaore disiarkan di televisi setempat.
"Ini merupakan sub-Saharan Spring dan harus dilanjutkan melawan semua presiden yang berupaya untuk mempertahankan kekuasaannya di Afrika," tutur mahasiswa hukum, Lucien Trinnou merujuk pada Arab Spring yang lebih dulu merajalela di kawasan Timur Tengah.
Di sisi lain, pengunduran diri Compaore ini memicu perebutan kekuasaan di kalangan militer. Panglima Militer Jenderal Honore Traore mengumumkan pengambilalihan kekuasaan pasca Compaore mundur.
Sesuai dengan konstitusi Burkina Faso, Ketua Majelis Nasional seharusnya menjabat pelaksana tugas sementara jika presiden mengundurkan diri. Namun Traore telah membubarkan parlemen pada Kamis (30/10) di bawah hukum darurat militer, yang berujung pada kekosongan kekuasaan di negara tersebut.
Klaim Jenderal Traore tersebut mendapat tantangan dari komandan pengawal kepresidenan Letnan Kolonel Issaac Zida yang mengumumkan langkah darurat dan mengerahkan militer ke jalan-jalan untuk menjaga keamanan.
Burkina Faso merupakan sekutu penting Amerika Serikat di Afrika Barat dalam perang melawan para militan terkait Al-Qaeda di wilayah tersebut.
(nvc/kha)