Seperti tren pemimpin di era teknologi, Langbroek pun memiliki media sosial, seperti twitter, untuk berkomunikasi dengan warganya. Terkadang dia mengkomunikasikan program pendidikan melalui saluran media sosialnya itu. Namun rata-rata warga mengkritik hingga berkata kasar.
"Saya sering dicela di twitter. Padahal saya update status dengan tidak beropini lho. Kasar sekali kata-katanya," kata Langbroek saat menjawab pertanyaan apakah dia memiliki sosial media untuk berkomunikasi dengan warganya itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"'Ah menteri cuma segini aja bisanya' atau 'Ya kayak begini menteri dokter gigi yang tidak tahu dunia nyata'," imbuh pria lulusan kedokteran gigi ini.
Tak cuma melalui media, Langbroek bahkan menerima cacian dan makian melalui emailnya. Beberapa kali dia menelepon warga yang berkirim surat.
"Begitu saya telepon, suaranya terdengar sopan sekali. Lantas saya baca emailnya dan saya tanya, 'Ini betul Anda yang mengirim email?' dan dijawabnya, 'Maaf Pak, saya sedang marah saat menulis surat itu'," tutur pria keturunan Belanda ini.
Terkadang pula dia suka merespons warga yang menuliskan 'Saya tahu Anda tidak akan membaca email ini'. Di Australia, lanjut Langbroek, ada anggapan politisi itu jarang membaca surat keluhan konstituennya.
"Lantas yang menuliskan 'Saya tahu Anda tidak akan membaca email ini' saya kemudian membalasnya, 'Saya membaca email Anda'. Dan mereka biasanya terkejut lalu membicarakannya. Saya senang melakukan itu," tutur pemilik akun twitter @JPLangbroek ini sembari terkekeh.
Sebelum menjadi menteri negara bagian (setaraf Kepala Dinas Provinsi di Indonesia-red), dirinya adalah anggota DPRD Queensland dari Surfers Paradise, kota di kawasan Gold Coast, Queensland, tahun 2004, dan menjadi pemimpin oposisi tahun 2009-2011. Kemudian menjadi Menteri Bayangan bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan, Ketenagakerjaan dan Pelatihan, Kesehatan, Pendidikan, Seni dan Urusan Multikultur serta Pelayanan Kebijakan dan Pelayanan Perbaikan.
Kedua orangtuanya adalah imigran dari Belanda dan berkecimpung di dunia pendidikan. Ayahnya adalah seorang guru dan ibunya adalah seorang guru bantu. Langbroek saat tumbuh di Surfers Paradise, Queensland, Australia selalu bersekolah di sekolah negeri, yang gratis.
Kedatangannya ke Jakarta kali ini adalah untuk pertama kali, setelah pernah dua kali ke Bali. Namun dia ingin menjalin hubungan dengan Indonesia, negara terdekat Australia.
"Ayah saya dari Belanda. Belanda dan Indonesia kan berhubungan dekat sekali. Bahkan ayah saya suka masakan nasi goreng," tuturnya.
(nwk/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini