
Kenyatta datang sebagai pribadi "agar tak mengorbankan kedaulatan Kenya."
Presiden Kenya Uhuru Kenyatta muncul di Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court, ICC), Den Haag untuk menghadapi kasus kejahatan terhadap kemanusiaan.
Meskipun tidak diadili sebagai terdakwa, dia adalah kepala negara aktif pertama yang datang di ICC.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyanggah tuduhan terhadap dirinya yang disebutnya bermotif politik dan menegaskan bahwa kasus tersebut seharusnya dibatalkan.
Dia dipanggil untuk tampil di "Konferensi Status" ICC setelah jaksa mengatakan tidak memiliki cukup bukti untuk memproses kasusnya lebih jauh ke persidangan dan menuduh pemerintah Kenya menghalangi penyelidikan.
Wartawan BBC Anna Holligan di Den Haag mengatakan terjadi kericuhan ketika Mr Kenyatta tiba di ICC yang sudah dipenuhi kerumunan orang.
ICC meminta Kenyata memberi penjelasan terkait tudingan bahwa pemerintah Kenya menyembunyikan bukti keterlibatan Kenyatta.
'Tahap kritis'
Kenyatta yang tampil santai, mengenakan setelan gelap dan dasi biru, berbicara kepada pengacaranya sebelum memulai konferensi.
Kepala jaksa ICC, Fatou Bensouda, asal Gambia, juga hadir.
"Kasus ini sudah berada di tahap kritis , itulah sebabnya saya merasa tepat buat saya datang ke sini dalam kapasitas pribadi," katanya.
Uhuru Kenyatta memang memutuskan datang dalam kapasitas pribadi, bukan sebagai presiden Kenya, "untuk menjaga kedaulatan bangsa Kenya," katanya di parlemen Kenya beberapa waktu lalu.
Bulan September lalu, jaksa menunda kasus ini dengan alasan pemerintah Kenya tak bersedia mengirimkan dokumen-dokumen kunci.
Sebelumnya, Mantan kepala jaksa ICC Luis Moreno Ocampo, mengakui bahwa sidang "tidak berlangsung dengan baik" tetapi menyambut kehadiran Kenyatta yang disebutnya "menunjukkan tekad Afrika untuk berubah."
Kenyatta terpilih pada 2013, meski menghadapi tuduhan ICC, yang justru digambarkannya sebagai intervensi asing dalam urusan dalam negeri Kenya.
Kenyatta menuduh ICC memiliki bias terhadap para pemimpin Afrika.
Kenyatta didakwa untuk lima perkara terkait pembantaian etnis yang merupakan kekerasan terburuk di Kenya sejak merdeka tahun 1963.