Ceu Popong: Di Dunia Politik, Usia 100 Tahun Juga Boleh

Wawancara

Ceu Popong: Di Dunia Politik, Usia 100 Tahun Juga Boleh

Rachmadin Ismail - detikNews
Jumat, 03 Okt 2014 16:30 WIB
Jakarta -

Popong Otje Djundjunan (76) masih bersemangat aktif di dunia politik meski sudah berusia lanjut. Anggota DPR tertua itu tak akan mundur meski nanti sudah berusia 100 tahun dan sehat.

Kepada detikcom, Jumat (3/10/2014), Ceu Popong, demikian panggilan akrabnya, bercerita soal pengalamannya menjadi pimpinan sidang sementara 1 Oktober lalu. Dia menjawab kisah di balik hilangnya palu, hingga tudingan diktator dari koalisi Indonesia Hebat.

Berikut hasil wawancara detikcom dan Ceu Popong via telepon:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa kabar Bu?

Alhamdulillah, pangestu (baik)...

Setelah jadi pimpinan sidang sementara, bagaimana sekarang perasaannya? Apa lebih lega?

Biasa-biasa aja, kan pekerjaan masih menumpuk, walau pun palu sudah diserahkan, tugas-tugas masih menumpuk. Sekarang ada pembagian komisi, menyusun program kerja. Tapi memang tidak lagi bertugas menjadi pimpinan sidang karena sudah ada yang definitif.

Rencananya, mau di komisi berapa nanti Bu?

Komisi X aja tetap saya mah. Mau ngurusin pendidikan, pemuda dan olahraga, perpustakaan dan ekonomi kreatif.

Apa rahasia Ibu agar tetap tenang saat memimpin sidang malam itu?

Iya memang harus begitu (tenang) atuh. Kalau kita panik, nanti malah nggak kondusif. Kita harus tetap tenang, yang penting dalam suasana apa pun yang penting mampu memanage emosi, apalagi sedang mimpin. Kalau emosional, bisa kacau.

Kan punya Tuhan yang melindungi kita, kenapa harus takut. Tuhan tidak pernah tidur. Itulah keyakinan kita, keyakinan kita Tuhan pasti melihat. Kenapa harus takut? Tidak terpengaruh.

Saat rapat, ada yang tiba-tiba memijat Ibu, bagaimana ceritanya itu?

Saya nggak kaget. Cuma aneh aja. Saya juga tidak merasa dilecehkan, kan maksudnya baik, karena mic-nya mati, dia jadi mendatangi saya dan ngomong karena mic-nya mati diskors aja dulu atuh..

Saya yakin tidak ada maksud jelek, dia sopan, bukan untuk melecehkan. Dia cuma bilang "Ibu karena micnya mati, tolong diskors aja dulu", kitu. Dia menganggap sebagai saya sebagai ibunya. Kenapa harus marah? Tapi dalam aturan tata tertib tidak diperkenankan untuk naik ke meja pimpinan, untuk ke tempat pimpinan, makanya saya bilang harus turun karena tidak diperkenankan tapi saya bicaranya baik baik. Dengan situasi kebatinan sebagai dia saya anggap sebagai anak.

Bagaimana cerita soal palu yang hilang?

Memang betul hilang, ada yang ngambil, tapi untuk apa? Jadi itu diambil sama seseorang tapi direbut lagi sama pengamanan, kitu. Kan lucu pertanyaannya adalah ngambil palu buat apa? Emang buat dijual? Kan tidak. Pasti ada maksud, tapi siapa yang ngambil nggak tahu. Tapi bisa jadi dia ngambil sendiri atau disuruh orang dia teh..

Nama Ibu mendunia di twitter, bagaimana tanggapannya?

Tidak tahu. Memang orang-orang pada bilang saya jadi ramai di media sosial, tapi saya mah nggak tahu. Kalau acara, banyak yang ngajak foto, tapi biasa saja. Tidak ada pengaruhnya buat saya, biasa saja.

Apa rahasia Ibu malam itu supaya tetap terlihat bugar dan semangat?

Tidak ada cara khusus. Memang saya tidak ngantuk, tidak capek dan tidak lapar. Tapi itu karena mungkin pengaruh hands of God. Saya diberi amanah dan diberi kekuatan lebih. Selama tugas itu dilaksanakan penuh keikhlasan dan tidak suudzon, Insya Allah diberi kekuatan.

Apakah Ibu ada tekanan selama memimpin sidang dari KMP?

Tidak ada, sama sekali tidak ada. Mereka menganggap saya sudah mampu untuk itu. Tidak ada tekanan, ketemu pun tidak, teteleponan juga tidak. Waktu ada live di tvOne, saya cuma ketawa-ketawa saja dengan Pak Idrus Marham. Tidak perlu diperlakukan seperti itu, saya tahu tugas saya memimpin sidang sampai selesai.

Bagaimana soal partai yang WO?

Ada yang bertanya, gimana WO? Saya tidak bisa melarang, itu hak mereka. Tapi suara mereka kan hilang. konsekuensinya sebetulnya, secara politis, mau walkout tidak, mereka eleh (kalah). Makanya buat apa ribut-ribut.
Itu hak mereka untuk walk out, jadi tidak bisa saya larang.

Ada pesan buat para politisi muda baru di DPR agar tidak korupsi?

Pesan saya sangat simple dan sederhana. Kita berangkat saja dari sumpah jabatan, kan sederhana, kita berangkat dari nawaitu (niat), indit-inditanana sumpah jabatan. Intinya jangan gegabah, untuk melaksanakan tugas, untuk memperjuangan kepentingan rakyat. Laksanakan itu.

Kan jelas, tugas dari DPR hanya tiga: pertama, bahas undang-undang; kedua, mengatur program yang bermanfaat, bukan ngatur duitnya, kan teu lihat duitnya, di komisi masing-masing. Ketiga, mengawasi kinerja pemerintah, kita kritik bisa.

Lalu, proses bertemu dengan rakyat, reses itu bukan libur. Turun ke masyarakat. Saya biasanya kalau sebelum mengimbau kita laksanakan dulu, baru ngomong. Boleh tanya ke komisi X ke teman-teman Ibu.

Usia sudah 76 tahun, kenapa masih ingin berbakti di DPR?

Kita tidak bisa membuat undang-udang pro rakyat kalau di luar, harus ada di dalam. Itu permasalahannya, untuk membuat undang-undang pro rakyat, lalu bisa nyarekan (marahi) pemerintah. Kalau nggak ikut di DPR, memangnya mau ikut demo? Makanya saya bilng pada anak-anak muda, jangan alergi pada partai, kalau bikin perubahan, tidak bisa kalau tidak jadi anggota dewan. Motto saya, yang muda yang berkarya, yang tua tetap berkarya.

Tidak mau ngurus cucu atau kumpul bersama keluarga?

Bukan berarti sudah tua tidak boleh ngurus cucu. Gunakan usia untuk kepentingan rakyat. Di dalam dunia politik tidak ada urusan usia, pegawai negeri enya (iya), polisi enya (iya), di dunia politik rek 100 tahun keneh (mau) 100 tahun juga asal masih sehat dan dicalonkan partainya, kenapa tidak?

Ada keluarga Ibu yang jadi politisi?

Tidak ada. Anak saya jadi pegawai negeri, kalau cucu belum pada dewasa.



(mad/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads