Dalam catatan detikcom, Jumat (3/10/2014), perempuan asal Medan, Sumatera Utara, tersebut ditangkap usai bertransaksi 57 ribu pil ekstasi dengan Pony Tjandra dan Herry pada Januari 2006 di apartemennya di Kelapa Gading. Marita dituntut mati oleh jaksa.
Namun Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) pada 2 November 2006 hanya menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara kepada Marita. Hukuman ini lalu diperberat oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menjadi penjara seumur hidup pada 15 Januari 2007 dan dikuatkan MA.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun apa mau dikata, meski telah menggelontorkan uang Rp 5 miliar tapi PK pertamanya itu ditolak MA pada 16 Februari 2010. Duduk sebagai ketua majelis hakim agung Atja Sondjaja dengan anggota Artidjo Alkostar dan M Saleh. Atja telah pensiun sedangkan Artidjo kini menjadi ketua kamar pidana MA dan M Saleh menjadi Wakil Ketua MA bidang Yudisial.
Karena PK-nya ditolak, Marita pun memperkarakan Farhat ke polisi tapi berakhir dengan perdamaian. Farhat berjanji mengembalikan uang Rp 5 miliar untuk fee perkara tersebut.
Meski kalah di PK pertama, Marita kembali mengajukan PK kedua. Hal ini usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan Antasari Azhar dan memutuskan peninjauan kembali (PK) boleh berkali-kali.
Menggandeng pengacara Sanjoto, berkas PK kedua Marita sampai ke MA pada 13 Juni 2014. Lantas Ketua MA menunjuk majelis PK dengan ketua majelis Prof Dr Surya Jaya dengan anggota Syarifuddin dan Desnayeti.
Hingga hari ini MA belum memutus permohonan PK kedua tersebut.
(asp/nrl)