Lolos dari Tuntutan Mati, Pony Kendalikan Narkoba dari Bui Beromzet Rp 600 M

Lolos dari Tuntutan Mati, Pony Kendalikan Narkoba dari Bui Beromzet Rp 600 M

- detikNews
Kamis, 02 Okt 2014 09:15 WIB
Jakarta -

Entah siapa sebenarnya Pony Tjandra. Lelaki berkepala plontos itu licin bak belut. Pernah ditangkap karena mengedarkan 57 ribu ektsasi, lalu lolos dari tuntutan mati dan kini mengendalikan narkotika dari Nusakambangan yang beromzet hingga Rp 600 miliar.

Berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang dikutip detikcom, Kamis (2/10/2014), ulah Pony terendus pada 2006 silam. Saat itu, Pony dikontak Jay pada 26 Januari 2006.

"Tolong ambilkan barang dari Liem Marita," pinta Jay.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Barang apa?" tanya Pony.

"Ekstasi sebanyak 20 ribu butir," jawab Jay dalam percakapan lewat telepon itu.

Keesokan harinya Pony menghubungi Liem menanyakan barang tersebut. Di waktu yang sama, Jay juga menghubungi Lim bahwa orangnya akan mengambil ekstasi itu. Selain memesan 20 ribu ekstasi, Jay juga memesan 15 ribu butir lagi yang akan diambil oleh Haryanto.

Lantas dari mana datangnya ribuan butir ekstasi itu? Dalam waktu bersamaan, Hary dikontak orang yang tidak dikenalnya untuk mengambil satu paket butir ekstasi. Lokasi pertemuan ditentukan di dekat tikungan Ukrida, Jakarta Barat. Hary lalu bertemu dengan orang misterius yang naik taksi dan mereka lalu satu taksi. Di dalam taksi itulah, 57 ribu butir ekstasi berpindah tangan. Usai melintasi lampu merah Grogol, pria misterius itu turun dan pergi.

Setelah Hary menguasai koper dan kardus yang berisi ekstasi, Hary lalu meluncur ke apartemen Liem di Kelapa Gading dan terjadilah serat terima barang haram itu. Setelah Hary pergi, Pony diminta merapat ke apartemen Leim.

Di unit Liem, ribuan butir ekstasi itu dibagi-bagi untuk didistribusikan, termasuk Pony yang mendapat jatah mendistribusikan ektasi itu. Namun saat sampai di basement, Pony dibekuk aparat kepolisian Polda Metero Jaya. Kasus itu pun terbongkar. Liem, Hary dan Pony harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di pengadilan.

Pada 27 September 2006, jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Utara (Jakut) menuntut Pony dihukum mati. Tapi siapa sangka, pada 2 November 2006 Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) hanya menjatuhkan hukuman penjara 20 tahun. Vonis ini dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada 15 Januari 2007.

Tidak terima, jaksa dan Pony lalu mengajukan kasasi. Tapi apa kata MA?

"Kasasi jaksa tidak diterima. Kasasi terdakwa ditolak," ucap majelis yang terdiri dari hakim agung German Hoediarto, hakim agung Imron Anwari dan hakim agung Timur P Manurung dalam sidang pada 27 Juni 2007.

Lolos dari tuntuan mati, Pony lalu dieksekusi di LP Nusakambangan. Meski dipenjara di pulau terpencil di Cilacap, Pony masih mengendalikan peredaran ekstasi hingga beromzet mencapai Rp 600 miliar. Mirisnya, meski di dalam penjara, Pony bebas keluar masuk Nusakambangan. Hingga BNN membekuk Pony di rumahnya saat tengah karaoke di Pluit.

Selain membekuk Pony, BNN juga menyita aset Pony berupa:

1. Satu mobil Jaguar
2. Tiga sepeda motor Harley Davidson
3. Satu rumah di Pantai Mutiara blok R No 21, Pluit, Jakarta Utara
4. Dua buah jet ski

BNN juga menyita harta dari tangan istri Pony bernama Santi, yaitu;

5. Sebanyak item perhiasan yang terdiri dari kalung, liontin, cincin dan gelang
6. Satu sertifikat tanah di Cilacap
7. Empat sertifikat tanah di Jepara
8. Satu sertifikat tanah di Subang
9. Satu sertifikat tanah di Pandeglang
10. Sebuah butik di Jepara
11. Sebuah lumbung padi

(asp/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads