UU Pilkada Bisa Diubah Lewat MK atau Jokowi Ajukan RUU Perubahan!

UU Pilkada Bisa Diubah Lewat MK atau Jokowi Ajukan RUU Perubahan!

- detikNews
Selasa, 30 Sep 2014 10:43 WIB
Jakarta - UU Pilkada hanya bisa dilakukan lewat uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Cara lainnya, presiden terpilih Jokowi bisa mengajukan RUU perubahan UU Pilkada sesegera mungkin setelah dilantik. Hanya cara itu yang bisa dilakukan.

"Saat ini terbuka peluang bagi masyarakat luas untuk mengajukan permohonan pengujian (judicial review) UU Pilkada kepada MK. Kesempatan ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh masyarakat luas yang merasa hak konstitusionalnya dalam memilih kepala daerah telah dirugikan akibat disahkannya UU Pilkada," jelas peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Rizky Argama, Selasa (30/9/2014).

Selain lewat MK, pemerintahan baru Jokowi juga harus segera mengusulkan RUU perubahan atas Pilkada. Dua cara ini dinilai sesuai aturan dan konstitusi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pemerintah baru di bawah kepemimpinan presiden terpilih Joko Widodo harus segera mengusulkan RUU Perubahan atas UU Pilkada yang memuat mekanisme pilkada langsung serta mendesak DPR agar menempatkan RUU Perubahan itu dalam prioritas legislasi tahun 2015," tambah Rizky.

Sementara menurut kajian PSHK, langkah Presiden SBY yang menolak UU Pilkada dengan tidak mengesahkan atau tidak menandatangani UU Pilkada merupakan tindakan yang sama sekali tidak memiliki dampak hukum terhadap keabsahan undang-undang itu.

"Pasal 20 ayat (5) UUD 1945 menentukan bahwa sebuah RUU yang telah disetujui bersama tetapi tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu 30 hari sejak persetujuan bersama itu akan tetap sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan," tegas Rizky.

Dalam pembahasan UU Pilkada, Presiden SBY melalui Mendagri tidak pernah menarik diri, menyatakan ketidaksetujuan, ataupun mengajukan keberatan atas gagasan pilkada tidak langsung. Mendagri juga mewakili Presiden SBY, ketika mengajukan dua opsi RUU yang masing-masing memuat mekanisme pilkada langsung dan pilkada tidak langsung untuk dibahas lanjut di Pembicaraan Tingkat II DPR.

Dari hal itu dapat dilihat bahwa 'Persetujuan Bersama' sebagaimana dimaksud Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 sesungguhnya sudah terjadi dan telah tercapai sejak Mendagri yang mewakili Presiden menyetujui untuk mengajukan dua opsi dan memasuki Pembicaraan Tingkat II di DPR.

"Apabila benar ada kesungguhan penolakan dari Presiden SBY, hal ini seharusnya disampaikan oleh Presiden SBY melalui Mendagri sebelum memasuki Pembicaraan Tingkat II di DPR. Presiden melalui Mendagri bisa menyatakan ketidaksetujuannya, menarik diri, dan menolak untuk melanjutkan ke Pembicaraan Tingkat II," imbuh Rizky.

"Langkah menyatakan ketidaksetujuan dan menarik diri sebelum masuk ke Pembicaraan Tingkat II pernah dilakukan oleh Presiden SBY baru-baru ini pada pembahasan RUU Tabungan Perumahan Rakyat pada 23 September 2014 lalu. Langkah itu akhirnya menghentikan kelanjutan pembahasan RUU tersebut," tutup Rizky.

(ndr/mad)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads