"Terdakwa selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pekerjaan pembangunan Dermaga Sabang tahun 2006-2011 secara melawan hukum telah memperkaya diri Rp 3.204.500.000 dan memperkaya orang lain," kata jaksa KPK Fitroh Rohcahyanto membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (29/9/2014).
Jaksa memaparkan akibat penyimpangan pada proyek ini, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp 313,345 miliar. Kerugian ini terjadi karena tiga hal yakni, selisih penerimaan riil dan biaya riil tahun 2006-2011 sebesar Rp 287,270 miliar. Kedua, kekurangan volume terpasang tahun 2006-2011 sebesar Rp 15,912 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dipaparkan dalam dakwaa, BPKS pada tahun 2004 mendapatkan anggaran untuk pembangunan Dermaga Sabang yang bersumber dari APBN dimana dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pembangunan konstruksi Dermaga Bongkar Sabang, Ramadhani ditunjuk sebagai sekretaris panitia pengadaan dengan pimpinan proyek Zulkarnain Nyak Abbas.
Sebelum pelaksanaan lelang, Kepala BPKS Zubir Sahim melakukan kesepakatan dengan Kepala PT Nindya Karya cabang Sumatera Utara dan Aceh Heru Sulaksono agar proyek pembangunan dilaksanakan PT Nindya Karya.
Namun dilakukan pula kerjasama dalam bentuk joint operation antara PT Nindya Karya dengan perusahaan lokal yaitu PT Tuah Sejati yang kemudian dinamakan Nindya Sejati JO.
Setelah JO terbentuk, Zubir Sahim memerintahkan Zulkarnaen Nyak Abbas untuk memenangkan Nindya Sejati JO dalam proses pelelangan. "Kemudian Zulkarnaen Nyak Abbas meminta Nindya Sejati JO memasukkan penawaran dan mencari perusahaan pendamping," ujar jaksa.
Guna memenuhi kelengkapan administrasi pelelangan, Zulkarnaen memerintahkan Ramadhani untuk membuat administrasi pelelangan pekerjaan konstruksi Dermaga Bongkar Sabang. "Atas perintah tersebut, terdakwa membuat kelengkapan administrasi pelelangan dan meminta panitia pengadaan, pihak Nindya Sejati JO dan 4 perusahaan pendamping (PT Pelita Nusa Perkasa, PT Reka Bunga, PT Flamboyan Huma Arya dan PT Bina Pratama Persada) menandatangani dokumen pelelangan agar seolah-olah telah dilakukan proses pelelangan," papar jaksa.
Zulkarnaen selaku pimpro lantas menetapkan Nindya Sejati JO sebagai pemenang lelang pada 8 Juli 2004. Heru Sulaksono bersama Zulkarnaen kemudian menandatangani surat perjanjian kerja jasa konstruksi dengan nilai kontrak Rp 7,105 miliar.
BPKS pada 26 Oktober 2004 melakukan pembayaran uang muka 20 persen dari nilai kontrak setelah dipotong pajak Rp 1,266 miliar kepada Nindya Sejati JO. "Namun pada kenyataannya sampai dengan berakhirnya masa kontrak Nindya Sejati JO tidak melaksanakan pekeerjaan sebagaimana dalam kontrak," kata jaksa.
Proyek ini sempat terhenti karena bencana tsunami tanggal 26 Desember 2004. Selanjutnya proyek Dermaga Bongkar Sabang dilanjutkan pada tahun 2006-2011.
Selain memperkaya diri sendiri, jaksa KPK mendakwa Ramadhani memperkaya orang lain yakni Heru Sulaksono (Rp 34,055 miliar), T Syaiful Achmad (Rp 7,490 miliar), Sabir Said Rp (12,721 miliar). Memperkaya Bayu Ardhianto (Rp 4,391 miliar), Saiful Ma'ali (Rp 1,229 miliar), Taufik Reza (Rp 1,350 miliar).
Memperkaya Zainuddin Hamid (Rp 7,535 miliar), Ruslan Abdul Gani (Rp 100 juta), Zulkarnaen Nyak Abbas (Rp 100 juta), Ananta Sofwan (Rp 977,729 juta). Serta memperkaya korporasi yaitu PT Nindya Karya (Rp 44,681 miliar), PT Tuah Sejati (Rp 49,908 miliar), PT Budi Perkasa Alam (Rp 14,304 miliar), PT Swarna Baja Pacific (Rp 1,757 miliar) serta pihak-pihak lainnya sebesar Rp 129,543 miliar.
Ramadhani didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Sedangkan pada dakwaan subsidair, Ramadhani didakwa melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
(fdn/aan)