Namun penyakit rabies harus terus diantisipasi. Sebab jumlah populasi anjing liar yang tidak terkontrol terus bertambah.
Pengendalian populasi anjing untuk pengendalian rabies kebanyakan dilakukan menggunakan cara-cara yang kejam seperti diracun, disetrum atau ditenggelamkan di air.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pidatonya Aris menyampaikan pidato berjudul "Pengendalian Populasi Anjing Untuk Menekan Kasus Rabies di Indonesia'.
Menurut dia, pengendalian populasi anjing bisa dilakukan dengan cara yang lebih manusiawi yakni dengan metode kontrasepsi. Metode kontrasepsi non-operasi dengan implan Deslorelin lebih tepat diterapkan. Sebab metode ini memiliki prosedur yang sederhana, tidak membutuhkan pembiusan dan perawatan pasca operasi.
"Aplikasinya pada anjing jantan karena mereka aktif secara seksual sepanjang tahun," kata Aris.
Dia mengatakan Superagonis Gonadotrophin Releasing Horomone (GnRH) Deslorelin dalam bentuk slow release implan dapat memberikan efek sterilitas pada anjing jantan maupun betina dalam 1 tahun. Sementara reimplantasi akan memberikan efek yang sama yaitu menekan fertilitas selama 1 tahun dan bersifat reversible.
"Metode ini menawarkan strategi kontrol populasi anjing sebagai upaya menekan kasus rabies di Indonesia," katanya.
Menurut dia, pengendalian rabies dengan menggabungkan program vaksinasi dan kontrasepsi hormonal secara sistemik dan terarah di lapangan menjadi program fundamental yang perlu dilakukan untuk mengeliminasi rabies.
Adanya Perpres No. 30 Tahun 2011 tentang pengendalian zoonosis yang multisektor dengan melibatkan 17 kementerian dan lembaga yang terlibat di dalamnya diharapkan pengendalian penyakit bersumber dari hewan terutama rabies bisa lebih efektif dan optimal.
"Kita perlu komitmen bersama dalam pengendalian dan penanggulangan zoonosis terutama rabies di Indonesia demi tercapainya Indonesia bebas rabies 2020," pungkas Aris.
(bgs/try)