Penerapan denda tersebut dihasilkan dari kesepakatan yang ditelurkan warga dengan pemerintah setempat; bupati, wakil bupatik, tokoh adat, agama, serta tokoh kepemudaan, dan TNI/Polri. Pertemuan yang digelar Sabtu (27/9) dan berlangsung 5 jam, mulai pukul 12.00-17.00 WIT, membahas mengenai keberadaan Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) yang kerap ada di wilayah Kabupaten Puncak.
Terdapat empat poin kesepahaman yang ditelurkan, yaitu masyarakat menolak keberadaan OPM di wilayah Kabupaten Puncak, mendukung penuh aparat untuk menjaga keamanan ketertiban masyarakat di Kabupaten Puncak, membangun pos pengamanan TNI/Polri guna menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat sekitar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika tidak membayar denda adat tersebut maka akan diusir dari wilayah Kabupaten Puncak," tegas Pudjo.
Ancaman hukuman juga tidak tanggung-tanggung dikenakan kepada mereka yang memberikan perlindungan, tempat tinggal dan makan kepada OPM yang meninggal dunia karena kontak senjata dengan aparat yang tengah berpatroli, maka masyarakat tidak akan menuntut denda adat.
"Masyarakat tidak akan menuntut denda adat karena kami menganggap masyarakat tersebut bersalah," ujar Pudjo.
Menurut Pudjo, pertemuan dan kesepakatan yang dihasilkan itu merupakan buah dari kekesalan masyarakat terhadap keberadaan OPM di Kabupaten Puncak.
"Masyarakat semakin tahu kelompok kejahatan bersenjata mengganggu aktifitas mereka. Warga jadi susah mencari makan, harga-harga kebutuhan dipaksa jual mahal di puncak dan ini merugikan warga," kata Pudjo.
Menurut Pudjo, kesepakatan penolakan OPM juga sebelumnya sudah dilakukan di wilayah Lani Jaya. "Masyarakat di sana akan melempari dengan batu apabila melihat ada TPN/OPM yang masuk wilayah mereka," ujarnya.
(ahy/rna)