Bak bola salju yang terus menggelinding semakin besar, penolakan terhadap Pilkada via DPRD terus bergulir. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil berencana akan menggugat UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi pekan depan.
"Ini aksi damai pembatalan UU Pilkada. Nggak apa-apa kalau SBY nggak mau tanda tangan kan nunggu 30 hari. Permohonan sudah kita siapkan minggu depan ajukan ke MK," ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini kepada wartawan di sela-sela aksi penolakan tepat di depan Hotel Grand Hyatt, Bundaran HI, Jakpus, Minggu (28/9/2014).
Menurutnya, tidak ada demokrasi yang gratis di negara manapun. Untuk menuju proses kehidupan berdemokrasi yang lebih baik tentu akan memakan biaya dari waktu ke waktu, sehingga mahalnya ongkos pemilu bukanlah menjadi alasan dikembalikannya Pilkada lewat DPRD.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Titi juga meyangkan sikap KPU dan Bawaslu sebagai lembaga pemilihan umum yang terkesan hanya dapat menerima tanpa bisa bersuara. Dia menyarankan seharusnya kedua lembaga itu dapat membongkar siapa 'pemain uang' di lapangan.
"Bawaslu juga tahu betul siapa yang curang di lapangan. Jangan sekarang (hanya) menerima (keputusan DPR), bongkar saja. Sungguh sikap yang tidak bijaksana kalau tidak berani," kata Titi.
"Mereka katakan nggak bisa berbuat apa-apa karena ini proses politik yang tidak bisa diintervensi, saya mendengar seperti di zaman otoritarian. Saya katakan orang yang membiarkan keputusan ini berlaku sama saja seperti membiarkan otoritarian dan fasisme kembali," imbuhnya.
Titi menilai rakyat seringkali hanya menjadi korban dari tangan-tangan kotor para politisi yang bermain di atasnya. Terlebih KPK juga sudah menyatakan kalau Pilkada tidak langsung lebih rentan dibelenggu korupsi.
"KPK sudah mengatakan pemilihan DPRD cenderung korupsi, jadi kita dengar pernyataan pimpinan kalau potensi korupsi itu cenderung besar lewat DPRD," ujar perempuan berkerudung ini.
"Bicara politik uang pertanyaannya siapa pelakunya dan siapa yang mendorong. Rakyat itu kan hanya korban dari politik yang tidak bertanggung jawab," pungkasnya.
(aws/jor)